CIRI-CIRI SATRIO PININGIT
A. RAMALAN KI RONGGOWARSITO
Ramalan Ronggowarsito tentang 7 Satrio Piningit
Dipaparkan bahwa ada tujuh Satrio Piningit yang akan muncul sebagai tokoh yang kelak akan memerintah atau memimpin wilayah seluas wilayah "bekas" kerajaan Majapahit, mereka adalah: 1) Satrio Kinunjoro Murwo Kuncoro. 2) Satrio Mukti Wibowo Kesandung Kesampar. 3) Satrio Jinumput Sumelo Atur. 4) Satrio Lelono Topo Ngrame. 5) Satrio Piningit Hamong Tuwuh. 6) Satrio Boyong Pambukaning Gapuro. 7) Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu. Berkenaan dengan masalah ini, banyak kalangan yang kemudian mencoba menafsirkan ketujuh Satrio Piningit itu adalah sebagai berikut :
- SATRIO KINUNJORO MURWO KUNCORO
Tokoh pemimpin yang akrab dengan penjara (Kinunjoro) ini akan membebaskan bangsa ini dari belenggu keterpenjaraan, dan kemudian akan menjadi tokoh pemimpin yang sangat tersohor di seantero jagad (Murwo Kuncoro). Tokoh ini ditafsirkan sebagai Soekarno, Proklamator dan Presiden Pertama Republik Indonesia yang juga Pemimpin Besar Revolusi dan pemimpin Rezim Orde Lama. Dia berkuasa pada tahun 1945-1967.
- SATRIO MUKTI WIBOWO KESANDUNG KESAMPAR
Tokoh pemimpin yang berharta dunia (Mukti) ini juga berwibawa dan ditakuti (Wibowo), namun akan mengalami suatu keadaan selalu disalahkan, serba buruk, dan juga selalu dikaitkan dengan segala keburukan dan kesalahan (Kesandung Kesampar). Tokoh ini ditafsirkan sebagai Soeharto, Presiden Kedua Republik Indonesia dan pemimpin Rezim Orde Baru yang ditakuti, yang berkuasa pada tahun 1967-1998.
- SATRIO JINUMPUT SUMELA ATUR
Tokoh pemimpin ini diangkat dan terpungut (Jinumput), akan tetapi hanya dalam masa transisi atau sekadar menyelingi saja (Sumela Atur). Tokoh ini ditafsirkan sebagai BJ Habibie, Presiden Ketiga Republik Indonesia, yang berkuasa pasda tahun 1998-1999.
- SATRIO LELONO TAPA NGRAME
Tokoh pemimpin yang suka mengembara berkeliling dunia (Lelono) ini juga seseorang yang mempunyai tingkat jiwa religius yang cukup atau ruhaniwan (Tapa Ngrame). Tokoh ini ditafsirkan sebagai KH. Abdurrahman Wahid, Presiden Keempat Republik Indonesia, yang berkuasa pada tahun 1999-2000.
- SATRIO PININGIT HAMONG TUWUH
Tokoh pemimpin ini muncul dengan membawa kharisma keturunan dari moyangnya (Hamong Tuwuh). Tokoh ini ditafsirkan sebagai Megawati Soekarnoputri, Presiden Kelima Republik Indonesia, yang berkuasa pada tahun 2000-2004.
- SATRIO BOYONG PAMBUKANING GAPURO
Tokoh pemimpin yang berpindah tempat (Boyong, yakni dari menteri menjadi presiden) ini akan menjadi peletak dasar sebagai pembuka gerbang menuju tercapainya zaman keemasan (Pambukaning Gapuro). Banyak pihak yang meyakini tafsir dari tokoh ini adalah Susilo Bambang Yudhoyono. Ia akan selamat memimpin bangsa ini dengan baik asalkan mau dan mampu mensinergikan dengan kekuatan Sang Satrio Piningit atau setidaknya dengan seorang spiritualis sejati, Satrio Piningit yang benar-benar memikirkan kemaslahatan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia sehingga gerbang mercusuar dunia akan mulai terkuak. Mengandalkan para birokrat dan teknokrat saja tidak akan mampu dalam menyelenggarakan pemerintahan dengan baik. Ancaman bencana alam, disintegrasi bangsa, dan anarkhisme seiring dengan prahara yang terus terjadi akan memandulkan kebijakan yang diambil.
- SATRIO PINANDITO SINISIHAN WAHYU
Tokoh pemimpin ini sangat religius, sampai-sampai digambarkan bagaikan seorang Resi Begawan (Pinandito) dan akan senantiasa bertindak atas dasar hukum petunjuk Allah swt. (Sinisihan Wahyu). Dengan selalu bersandar hanya pada Allah swt.
Tujuh Satrio Piningit itu melambangkan tujuh sifat yang menyatu di dalam diri seorang pandhita yang telah kita tahu adalah Putra Betara Indra = Waliyullah = Pemuda Gembala (budak angon).
Sifat-sifat itu bisa kita urai sbb :
- Satrio Kinunjoro Murwo Kuncoro
Melambangkan orang yang sepanjang hidupnya terpenjara, namun namanya harum mewangi. Sifat ini hanya dimiliki oleh orang yang telah menguasai Artadaya (ma’rifat dengan sebenar-benar ma’rifat). Kepadanya diberikan anugerah berupa kewaskitaan atau kesaktian oleh Allah swt., namun tidak pernah menampakkan kesaktiannya. Jadi, sifat ini melambangkan orang berilmu yang sangat tawadhu’. Inilah sifat kalimah syahadah.
- Satrio Mukti Wibowo Kesandung Kesampar
Melambangkan orang yang kaya akan ilmu dan berwibawa, namun hidupnya kesandung kesampar, artinya penderitaan dan pengorbanan telah menjadi teman hidupnya yang setia. Tidak terkecuali, fitnah dan caci-maki selalu menyertainya. Semua itu dihadapinya dengan penuh kesabaran, ikhlas, dan tawakal. Mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat, inilah sifat shalat khusuk wal khudhuk.
- Satrio Jinumput Sumelo Atur
Melambangkan orang yang terpilih oleh Allah swt. guna melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjalankan misi-Nya. Hal ini dibuktikan dengan pemberian anugerah-Nya berupa ilmu laduni kepada orang tersebut. Inilah sifat ilmu ma’addzikir
- Satrio Lelono Topo Ngrame
Melambangkan orang yang sepanjang hidupnya melakukan perjalanan spiritual dengan melakukan tasawuf hidup (tapaning ngaurip). Bersikap zuhud dan selalu membantu (tetulung) kepada orang-orang yang dirundung kesulitan dan kesusahan dalam hidupnya. Inilah sifat ikramul muslim, memulyakan sesama muslim.
5. Satrio Hamong Tuwuh
Melambangkan orang yang memiliki dan membawa kharisma leluhur suci serta memiliki tuah, karena itu selalu mendapatkan pengayoman dan petunjuk dari Allah swt. Dalam budaya Jawa, orang tersebut biasanya ditandai dengan wasilah untuk memegang pusaka tertentu sebagai perlambangnya. Dia selalu memperhatikan masa lalu, sejarah, memperhatikan hal-hal sesudahnya dengan meneliti, mengoreksi apa saja yang telah dikerjakan, inilah sifat tashihhun niyyat/ meluruskan niat.
- Satrio Boyong Pambukaning Gapuro
Melambangkan orang yang melakukan hijrah dari suatu tempat ke tempat lain yang diberkahi Allah swt atas petunjuk-Nya. Hakikat hijrah ini adalah sebagai perlambang diri untuk menuju kesempurnaan hidup (kasampurnaning ngaurip). Dalam kaitan ini, maka tempat yang ditunjuk itu adalah Lebak Cawéné = Gunung Perahu = Semarang Tembayat. Inilah sifat da’wah wattabligh khuruj fi sabilillah.
- Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu
Melambangkan orang yang memiliki keenam sifat di atas. Sehingga, orang tersebut digambarkan sebagai seorang pandhita atau alim ulama yang selalu mendapatkan petunjuk dari Allah swt. Maka hakikat Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu adalah utusan Allah swt., atau bisa dikatakan seorang aulia (waliyullah).
Ramalan yang terjadi pada empat abad terakhir tentang tanah Jawa adalah pada pupuh 256, tembang 44 s/d 47 dalam serat Centini sebagai berikut (yang merupakan bagian dari tujuh abad zaman Kalisangireki) :
”Kaping papat arannipun, jaman Kolobendu werdinipun, estu Bebendu wahananeki, keh jalma saluyeng rembug, dumadya prang lair batos.”
Yang keempat adalah zaman Kolobendu, artinya adalah keadaan yang penuh kesengsaraan, kesulitan, kekalutan, banyak manusia berkata bohong, terjadi perang lahir dan batin.
”Ping lima arannipun, jaman Kalasuba tegesipun, jaman suka wahananira keh jalmi, antuk kabungahan estu, rena lejar sakehing wong.”
Yang kelima adalah zaman Kalasuba, artinya zaman yang dipenuhi dengan kesenangan, yakni bersenang-senang dengan harta benda keduniaan.
”Kaping nem arannipun, jaman Kalasumbaga puniku, werdi zaman Misuwur wahanineki, keh jalma `gawe misuwur, mrih kasusra ing kalakon”
Yang keenam adalah zaman Kalasumbaga, yaitu zaman peradaban tinggi, banyak manusia berlomba-lomba meraih ketinggian (tegnologi modern ) atau kesuksesan harta benda dunia.
”Kasapta arannipun, jaman Kalasurata arannipun, werdi jaman Alus wahananoreki, akeh jalma sabiyantu, ing budining karahayon.”
Yang ketujuh adalah zaman Kalasutra, yaitu zaman halus, bagus, akhlak manusia baik, banyak manusia saling membantu dalam budi pekerti dan kebaikan.Yaitu setelah munculnya Imam Mahdi.
Yang ke 4, 5, 6, masih terjadi pada saat ini yang puncaknya pada zaman ini, dimana Satrio Piningit muncul menjelang zaman ketujuh pada saat ini, dan kita menunggu yang ketujuh.
”Nging tan dadya, paliyasing Kolobendu, mandar sangking dadra, rubeda angrubedi, beda-beda hardaning wong sanagara.”
Yang menjadi pertanda zaman Kolobendu, makin lama semakin menjadi-jadi kesulitan yang amat sangat, dan tingkah laku / pendapat orang senegara berbeda-beda.
”Katatangi tangising mardawa-lagu, kwilet tays duhkita, kataman ring reh wirangi, dening angupaya sandi samurana.”
Ada yang bangun disertai dengan tangis dan kedukaan yang mendalam, walaupun kemungkinan dicemooh, mencoba untuk melihat tanda-tanda yang tersembunyi dalam peristiwa ini.
”Anaruwung, mangimur saniberike, menceng pangupaya, ing pamrih melok pakolih, temah suha ing karsa tanpa wiweku.”
Berupaya tanpa pamrih.
” Ing Paniti sastra wawarah, sung pemut, ing jaman musibat, wong ambeg jatmika kontit, kang mangkono yen niteni lamampahan.”
Memberikan peringatan pada zaman yang kalut dengan bijaksana, begitu agar kejadiannya, yang akan terjadi bisa jadi peringatan.
”Nawung krida, kang menangi jaman gemblung, iya jaman edan, ewuh aya kang pambudi, yen meluwa, edan yekti nora tahan.”
Untuk dibuktikan, yang mengalami zaman gila, yaitu zaman edan, sulit untuk mengambil sikap, apabila ikut gila pasti tidak tahan.
”Yen tan melu, anglakoni wus tartamtu, boya keduman, melik kalling donya iki, satemahe kaliren wekasane.”
Apabila tidak ikut menjalani edan tentu tidak akan kebagian untuk memiliki harta benda, yang pada akhirnya bisa kelaparan.
”Wus dilalah, karsane kang Among tuwuh, kang lali kabegjan, ananging sayektineki, luwih begja kang eling lan waspada.”
Sudah menjadi kepastian, atas kehendak Allah swt., yang lupa untuk mengejar keberuntungan, tapi yang sebetulnya, lebih beruntung yang tetap ingat dan waspada (dalam perbuatan berbudi baik dan luhur).
”Wektu iku, wus parek wekasanipun, jaman Kaladuka, sirnaning ratu amargi, wawan-wawan kalawan memaronira.”
Pada saat itu sudah dekat berakhirnya zaman Kaladuka, musnahnya penguasa jahat, dholim.
Zaman Kalasuba
Pada pupuh 258, dimulai suatu perubahan dari zaman Kaladuka ke zaman Kalasuba yang lebih baik seperti pada tembang 1 s/d 6 sebagai berikut:
”Saka marmaning Hyang Sukma, jaman Kolobendu sirna, sinalinan jamanira, mulyaning jenengan nata, ing kono raharjanira, karaton ing tanah Jawa, mamalaning bumi sirna, sirep dur angkaramurka.”
Atas izin Allah swt., zaman Kolobendu hilang, berganti dengan zaman pemerintahan yang adil, mulya, sejahtera , di situlah kesejahteraan kalian, di tanah Jawa/Indonesia menjadi makmur, sejahtera, hilang kutukan bumi dan angkara murka pun mereda. ”Marga sinapih rawuhnya, nata ginaib sanyata, wiji wijiling utama, ingaranan naranata, kang kapisan karanya, adenge tanpa sarana, nagdam makduming srinata, sonya ruri kedatonnya.”
Kedatangan pemimpin baru tidak terduga, seperti muncul secara gaib, yang mempunyai sifat-sifat utama. (Satrio Piningit), yang disebut penata umat yang pertama, datangnya tanpa sarana, kedatonnya sederhana, penuh kesejukan.
Begitulah Satrio Piningit muncul secara tiba-tiba tidak ada yang menduganya sama sekali bahwa dia adalah Satrio Piningit, bahkan orang-orang di sekitarnya sekalipun, karena dia muncul tanpa bekal kecuali iman dan takwa. Maka daerah asalnya ada Gunung yang para wali memberi nama Jabalkat/ Jabalqof yang artinya gunung yang ada di arsy di alam malakut alam ghoib sebagai tanda bahwa dari daerah situlah nanti akan muncul seorang pemimpin dunia yang datangnya secara tiba-tiba seperti datang dari kegoiban, sebagai guru kang dununungake /menunjukkan umat kejalan Allah swt. Gunung itu ada didaerah Tembayat, Klaten. Sekalipun Satrio Piningit telah muncul, bila individu-individu umat ini rusak, tidak mau sadar, maka bangsa ini akan sangat sulit untuk memperoleh kejayaan.
”Lire sepi tanpa sarana, ora ana kara-kara, duk masih keneker Sukma, kasampar kasandhung rata, keh wong katambehan ika, karsaning Sukma kinarya, salin alamnya, jumeneng sri pandhita.”
Datangnya tanpa sarana apa-apa, tidak pernah menonjol/terkenal sebelumnya, pada saat masih muda, banyak mengalami halangan dalam hidupnya, yang oleh izin Allah swt. Dengan bergantinya zaman akan menjadi pemimpin yang berbudi luhur.
Begitulah para nabi dan rasul memulai perjuangan dengan sarana duniawi yang lemah, hidup penuh kesederhanaan, namun dengan perjuangan yang gigih akhirnya memperoleh kejayaan dunia akhirat.
”Luwih adil paraarta, lumuh maring brana-arta, nama Sultan Herucakra, tanpa sangkan rawuhira, tan ngadu bala manungsa, mung sirollah prajuritnya, tungguling dzikir kewala, mungsuh rerep sirep sirna.”
Mempunyai sifat adil, tidak tertarik dengan harta benda, bernama Sultan Herucakra, tidak ketahuan asal kedatangannya, tidak mengandalkan bala bantuan manusia, hanya kepercayaan/keimanan terhadap Allah swt. prajuritnya, dan senjatanya adalah semata-mata dzikir pada Allah swt, musuh semuanya bisa dikalahkan.
Sulthan Eru Cokro = pemimpin eruh/tahu roda zaman. Seperti Kresno yang memiliki senjata Cokro, yang mengetahui apa yang akan terjadi di kemudian hari, tentunya tidak semuanya, namun hanya yang diberitakan oleh Nabi Muhammad saw. ataupun melalui ilham dari Allah swt. Lihat arti senjata Cakra. Atau Heru Cakra = her= air, ru= ruh, air sebagai lambang ruh kehidupan, Cakra = berasal dari daerah sumber air Cakra, Tulung, Klaten. Dari daerah inilah akan muncul ruh kehidupan yang memancarkan sinarnya hingga keseluruh dunia sebagai pemersatu umat menuju kehidupan baldatun toyyibatun warobbun gofur, gemah rifah loh jinawi tata titi tentrem kerta raharja rahayu wilujeng slamet sentosa widada lir ing sambikala.
”Tumpes tapis tan na mangga, krana panjenengan nata, amrih kartaning nagara, harjaning jagat sadaya, dhahare jroning sawarsa, denwangeni katahhira, pitung reyal ika, tan karsa lamun luwiha.”
Semua musuhnya dimusnahkan oleh sang pemimpin demi kesejahteraan negara dan kemakmuran bumi semuanya, makannya setahun sekali, hidupnya sederhana, gajinya tujuh real, tidak mau lebih.
”Bumi sakjung pajegira, amung sadinar sawarsa sawah sewu pametunya, suwang ing dalem sadina, wus resik nir apa-apa, marmaning wong cilik samya, ayem enake tysira, dene murah sandhang teda.”
Pajak orang kecil sangat rendah nilainya, hanya sedinar setahun, penghasilan sawah banyak sekali, sudah hilang malapetaka, orang kecil hidup tenteram, murah sandang dan pangan.
”Tan na dursila durjana, padha martobat nalangas,wedi willating nata, adil asing paramarta, bumi pethik akukutha, parek lan kali Katangga, ing sajroning bubak wana, penjenenganin sang nata.”
Tidak ada penjahat, semuanya sudah bertaubat, takut dengan kewibawaan sang pemimpin yang sangat adil dan bijaksana, yang selalu mengajak kebaikan.
Satrio Piningit Muncul pada Saat Zaman Kolobendu
Zaman kolobendu iku wiwit yen,
Zaman kolobendu dimulai jika,
Wis ana kreto mlaku tanpo jaran
Sudah ada kereta yang berjalan tanpa kuda
Tanah Jawa kalungan wesi
Tanah Jawa dikelilingi besi (rel kereta api)
Prahu mlaku ing ndhuwur awang-awang
Perahu berjalan di atas awan melayang layang (kapal terbang)
Kinjeng nangis ing duwur awang-awang
Kinjeng : sebangsa serangga yang bila terbang bentuknya seperti kapal terbang.
Kali wus ilang kedunge
Sungai sudah kehilangan lubuknya Karena banyaknya erosi atau diibaratkan umat sudah kehilangan para ulama sebagai pamongnya.
Pasar ilang kumandange
Pasar kehilangan keramaiannya karena banyak yang jadi mall, supermarket yang harganya sudah pas jadi tidak ada tawar menawar lagi jadinya sepi, atau diibaratkan masjid–masjid sudah sepi.
Wong nemoni wolak-waliking jaman
Manusia menemukan zaman yang terbolak-balik
Jaran doyan sambel
Kuda doyan makan sambal, orang bekerja sampai seperti kuda tanpa mengenal lelah, atau bisa diartikan tukang becak.
Wong wadon menganggo sandhangan lanang
Perempuan mengenakan busana laki-laki
Zaman kolobendu iku koyo-koyo jaman kasukan, jaman kanikmatan donya, nanging jaman iku sabenere jaman ajur lan bubrahing donya
Zaman kolobendu itu seperti zaman yang menyenangkan, zaman kenikmatan dunia, padahal zaman itu sebenarnya zaman kehancuran dan kacaunya dunia.
Mulane akeh bapak lali anak
Oleh sebab itu banyak bapak yang lupa kepada anaknya
Akeh anak wani ngalawan ibu lan nantang bapak
Banyak anak yang berani melawan ibu dan menantang bapaknya
Abote koyo ngopo sa bisa-bisane aja nganti wong kelut, keliring jaman kolobendu iku
Berat seperti apa pun jangan sampai ikut larut dalam warna-warni zaman kolobendu tersebut
Amargo jaman iku bakal sirno lan gantine yoiku jaman ratu adil, jaman kamulyan. Mula sing tatag, sing tabah, sing kukuh, ojo kepranan ombyak ing jaman. Entenana jamanne kamulyan, jamaning ratu adil.
Sebab zaman itu bakal sirna dan diganti dengan zaman Ratu Adil, zaman kemuliaan, karena itu bersikaplah tegar, tabah, kokoh, jangan melakukan hal bodoh. Tunggulah zaman kemuliaan, zamannya Ratu Adil.
B. RAMALAN JOYOBOYO
Tujuh Ramalan Joyoboyo
1. Murcane sabdopalon = hilangnya sabdopalon, sabdopalon = pedoman hidup = disini maksudnya agama hindu yang ma’nanya runtuhnya Majapahit, atau pedoman hidup umat islam banyak ditinggalkan.
2. Semut ireng anak-anak sapi = kebo bule menjajah Indonesia, dengan dibantu pribumi hitam pengkhianat bangsa, pribumi = semut ireng, belanda = sapi/kebo bule
3. Kebo nyabrang kali = kebo bule setelah kenyang terus minggat, pulang kampung.
4. Kejajah seumur jagung karo wong cebol kepalang = Jepang menjajah selama 3,5 tahun.
5. Pitik tarung nang kandang = ayam bertarung di kandang, perang saudara pada era Soekarno.
6. Kodok ijo ongkang-ongkang = tentara berkuasa pada era Soeharto.
7. Tikus pithi anoto baris = tikus-tikus senayan merapatkan barisan merampok harta rakyat.
Asal-usul Ramalan Joyoboyo
Dari berbagai sumber dan keterangan yang ada mengenai Ramalan Joyoboyo, pada umumnya para sarjana bersepakat bahwa sumber ramalan ini sebenarnya hanya satu, yakni Kitab Asrar (Musarar/ yang tersembunyi) karangan Sunan Giri Perapan (Sunan Giri ke-3) yang dikumpulkannya pada tahun Saka 1540 = 1028 H = 1618 M, hanya selisih lima tahun dengan selesainya kitab Pararaton tentang sejarah Majapahit dan Singosari yang ditulis di pulau Bali pada 1535 Saka atau pada 1613 M. Jadi, penulisan sumber ini sudah sejak zaman Sultan Agung dari Mataram bertahta (1613-1645 M).
Kitab Jongko Joyoboyo yang pertama dan dipandang asli adalah dari buah karya Pangeran Wijil I dari Kadilangu (sebutannya Pangeran Kadilangu II) yang dikarangnya pada tahun 1666-1668 Jawa = 1741-1743 M. Sang Pujangga ini memang seorang pangeran yang bebas, mempunyai hak merdeka, artinya memiliki kekuasaan wilayah "Perdikan" yang berkedudukan di Kadilangu, dekat Demak. Memang, dia adalah keturunan Sunan Kalijaga, sehingga masuk akal jika dia dapat mengetahui sejarah leluhurnya dari dekat, terutama tentang riwayat masuknya Sang Brawijaya terakhir (ke-5) mengikuti agama baru, Islam, sebagai pertemuan segitiga antara Sunan Kalijaga, Brawijaya ke-V, dan Penasihat Sang Baginda benama Sabda Palon dan Nayagenggong.
Di samping itu, dia juga menjabat sebagai Kepala Jawatan Pujangga Keraton Kartasura pada zaman Sri Paku Buwana II (1727-1749). Hasil karya sang Pangeran ini berupa buku-buku seperti Babad Pajajaran, Babad Majapahit, Babad Demak, Babad Pajang, Babad Mataram, Raja Kapa-kapa, Sejarah Empu, dan sebagainya. Ketika Sri Paku Buwana I naik tahta (1704-1719) yang penobatannya di Semarang, Gubernur Jenderalnya benama Van Outhoorn yang memerintah pada tahun 1691-1704. Kemudian diganti G.G van Hoorn (1705-1706), Pangerannya Sang Pujangga yang pada waktu itu masih muda. Didatangkan pula di Semarang sebagai Penghulu yang memberi restu untuk kejayaan Keraton pada tahun 1629 Jawa = 1705 M, yang disaksikan GG. Van Hoorn.
Ketika keraton Kartasura akan dipindahkan ke desa Sala, sang Pujangga diminta pendapatnya oleh Sri Paku Buwana II. Ia kemudian diserahi tugas dan kewajiban sebagai peneliti untuk menyelidiki keadaan tanah di desa Sala, yang terpilih untuk mendirikan keraton yang akan didirikan pada tahun 1669 Jawa (1744 M).
Sang Pujangga wafat pada hari Senin Pon, 7 Maulud Tahun Be Jam'iah 1672 Jawa 1747 M, pada zaman Sri Paku Buwono II di Surakarta. Kedudukannya sebagai Pangeran Merdeka diganti oleh putranya sendiri, yakni Pangeran Soemekar, lalu berganti nama Pangeran Wijil II di Kadilangu (Pangeran Kadilangu III), sedangkan kedudukannya sebagai pujangga keraton Surakarta diganti oleh Ngabehi Yasadipura I, pada hari Kamis Legi, 10 Maulud Tahun Be 1672 Jawa, 1747 M.
Jongko Joyoboyo yang kita kenal sekarang ini adalah gubahan dari Kitab Musarar, yang sebenarnya untuk menyebut "Kitab Asrar" karangan Sunan Giri ke-3 tersebut. Selanjutnya, para pujangga sesudahnya juga menyebut nama baru itu.
Kitab Asrar itu memuat ikhtisar (ringkasan) riwayat negara Jawa, yaitu gambaran gilir bergantinya negara sejak zaman purbakala hingga jatuhnya Majapahit, lalu diganti dengan Ratu Hakikat, yakni sebuah kerajaan Silam pertama di Jawa yang disebut sebagai ”Giri Kedaton". Giri Kedaton ini tampaknya merupakan zaman peralihan kekuasaan Islam pertama di Jawa yang berlangsung antara 1478-1481 M, yakni sebelum Raden Patah dinobatkan sebagai Sultan di Demak oleh para Wali pada 1481 M. Namun demikian, adanya keraton Islam di Giri ini masih bersifat ”Hakikat”, dan diteruskan juga sampai zaman Sunan Giri ke-3.
Sejak Sunan Giri ke-3 ini, praktis kekuasaannya berakhir karena penaklukan yang dilakukan oleh Sultan Agung dari Mataram; Sejak Raden Patah naik tahta (1481) Sunan Ratu dari Giri Kedatan ini lalu turun tahta, digantikan oleh Ratu seluruh jajatah, yakni Sultan di Demak, Raden Patah. Jadi, keraton di Giri ini kira-kira berdiri antara 1478-1481 M atau lebih lama lagi, yakni sejak Sunan Giri pertama mendirikannya, atau mungkin sudah sejak Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada tahun 1419 M (882 H). Setelah kesultanan Demak jatuh pada masa Sultan Trenggono, lalu tahta kerajaan jatuh ke tangan raja yang mendapat julukan sebagai "Ratu Bobodo", yakni Sultan Pajang. Disebut demikian karena pengaruh kalangan Ki Ageng yang berorientasi setengah Budha/Hindu dan setengah Islam di bawah pengaruh kebatinan Siti Jenar, yang juga hendak di basmi pengaruhnya sejak para Wali masih hidup.
Setelah Kerajaan ini jatuh pula, lalu diganti oleh penguasa yang baru, yakni Ratu Sundarowang yang bertahta di Mataram dengan gelar Prabu Hanyokro Kusumo (Sultan Agung) yang berkuasa di seluruh Jawa dan Madura. Di kelak kemudian hari (ditinjau dari sudut alam pikiran Sri Sultan Agung dari Mataram ini) akan muncul seorang raja yang bertahta di wilayah kerajaan Sundarowang, yakni seorang raja Waliyullah yang bergelar Sang Prabu Herucakra yang berkuasa di seluruh Jawa, Madura, Patani, dan Sriwijaya.
Wasiat Sultan Agung itu mengandung kalimat ramalan bahwa kelak sesudah beliau turun dari tahta, kerajaan besar ini akan pulih kembali kewibawaannya, yakni nanti pada zaman yang jauh sesudah Sultan Agung wafat. Ini berarti raja-raja pengganti beliau dinilai (secara pandangan batin) sebagai raja-raja yang tidak bebas merdeka lagi. Bisa kita maklumi, karena pada tahun-tahun berikutnya Mataram sudah menjadi negara boneka VOC yang menjadi musuh Sultan Agung (ingat perang Sultan Agung dengan VOC tahun 1628 dan 1629, pada waktu itu Sultan Agung beserta bala tentaranya menyerbu Jakarta/Batavia).
Oleh pujangga, Kitab Asrar digubah dan dibentuk lagi dengan cara yang lain, yakni dengan jalan mengambil pokok cerita Raja Joyoboyo dari Kediri. Nama tersebut diketahui dari Kakawin Bharatayudha, yang dikarang oleh Mpu Sedah pada tahun 1079 Saka/1157 M, atas titah Sri Joyoboyo di Daha/Kediri. Setelah mendapat pathokan yang baru, Raja Joyoboyo yang memang dikenal masyarakat pandai meramal, Sang Pujangga (Pangeran Wijil) lalu menulisnya kembali dengan gubahan Jongko Joyoboyo, yang dipadukan antara Serat Bharatayudha dengan kitab Asrar serta gambaran pertumbuhan negara-negara yang dikarang sebelumnya dalam bentuk babad.
Lalu dari hasil penelitiannya itu dicarikan inti sarinya dan diorbitkan dalam bentuk karya-karya baru dengan harapan dapat menjadi sumber semangat perjuangan bagi generasi di kemudian hari.
Cita-cita sang pujangga tersebut yang dilukiskan sebagai zaman keemasan itu jelas bersumber dari semangat dan gambaran batin Sultan Agung. Jika kita teliti secara kronologis, sekarang ternyata hal itu menunjukkan gambaran sebuah negara besar yang berdaulat penuh, yang kini benama Republik Indonesia. Kedua sumber yang dipadukan itu ternyata senantiasa mengilhami para pujangga yang hidup di abad-abad kemudian, terutama pujangga terkenal R.Ng., cucu buyut pujangga Yasadipura I, pengganti Pangeran Wijil I.
Jongko Joyoboyo dari Kitab Asrar ini sungguh diperhatikan benar-benar oleh para pujangga di Surakarta pada abad 18/19 M, dan sudah terang merupakan sumber perpustakaan dan kebudayaan Jawa yang baru. Hal ini terbukti dengan munculnya karangan-karangan baru, Kitab Asrar/Musarar dan Joyoboyo yang hanya bersifat ramalan belaka. Sehingga setelah itu, tumbuhlah bermacam-macam versi, terutama karangan baru Serat Joyoboyo yang bersifat hakikat bercampur jangka atau ramalan, akan tetapi dengan ujaran yang dihubungkan dengan lingkungan historisnya satu sama lain, sehingga merupakan tambahan riwayat bagi negeri ini. Semua itu berasal dari satu sumber benih, yakni Kitab Asrar karya Sunan Giri ke-3, dan Jongko Joyoboyo gubahan dari kitab Asrar tadi, ditambah serat Mahabarata karangan Mpu Sedah & Mpu Panuluh. Dengan demikian, Jongko Joyoboyo ini ditulis kembali dengan gubahan oleh Pangeran Wijil I pada tahun 1675 Jawa (1749 M) bersama dengan gubahannya yang berbentuk puisi, yakni Kitab Musarar. Dengan demikian menjadi jelaslah apa yang kita baca sekarang ini. Prabu Joyoboyo adalah Raja Kediri pada tahun 1135-1157.
BAIT- BAIT AKHIR SYAIR JAYABAYA
”Selet-selete yen mbesuk ngancik tutuping tahun, sinungkalan dewa wolu, ngasta manggalaning ratu, bakal ana dewa ngejawantah apengawak manungsa, apasurya padha bethara Kresna, awatak Baladewa, agegaman trisula wedha, jinejer wolak-waliking zaman, wong nyilih mbalekake, wong utang mbayar, utang nyawa bayar nyawa utang wirang nyaur wirang”
Selambat lambatnya kelak menjelang tutup tahun Sinungkalan dewa wolu ngasto manggalaning ratu, akan ada dewa tampil berbadan manusia, berparas seperti Batara Kresna, berwatak seperti Baladewa bersenjata trisula wedha, sejajar/ bersamaan datangnya perubahan zaman (masa peralihan), orang pinjam mengembalikan, orang berhutang membayar, hutang nyawa bayar nyawa, hutang malu dibayar malu
“sa’durunge ana tetenger lintang kemukus jawa, ngalu-ngalu tumanja ana kidul wetan bener, lawase pitung bengi, parak esuk bener ilange bethara surya njumedhul, bebarengan sing wis mungkur, prihatine manungsa kelantur-lantur, iku tandane putra Bethara Indra wus katon, tumeka ing ngarcapada ambebantu wong Jawa”
Artinya :
sebelumnya ada pertanda bintang pari (orang jawa bilang braja),panjang sekali tepat di arah Selatan menuju Timur, lamanya tujuh malam, hilangnya menjelang pagi sekali, bersama munculnya Batara Surya, bebarengan dengan hilangnya kesengsaraan manusia yang berlarut-larut, itulah tanda putra Batara Indra sudah nampak, datang di bumi untuk membantu orang Jawa.
“dunungane ana sikil redi Lawu sisih wetan, wetane bengawan banyu, andhedukuh pindha Raden Gatotkaca, arupa pagupon dara tundha tiga, kaya manungsa angleledha”
“asalnya dari kaki GunungLawu sebelah Timur, sebelah timurnya bengawan, berumah seperti Raden Gatotkaca, berupa rumah merpati susun tiga, seperti manusia yang menggoda”
“akeh wong dicakot lemut mati, akeh wong dicakot semut sirna, akeh swara aneh tanpa rupa, bala rewangan makhluk halus padha baris, pada rebut benere garis, tan kasat mata, tan arupa, sing madhegani putrane Bethara Indra, agegaman trisula wedha, momongane padha dadi nayaka perang, perange tanpa bala, sakti mandraguna tanpa aji-aji”
Artinya :
banyak orang digigit nyamuk mati, banyak orang digigit semut mati, banyak suara aneh tanpa rupa, pasukan makhluk halus sama-sama berbaris, berebut garis, yang benar tak kelihatan, tak berbentuk, yang memimpin adalah putra Batara Indra
è Putra Batara Indra adalah Jannoko/Arjuna, Batara Indra= Prabu Brawijaya 5, jadi Jannaka/ Satriya Piningit adalah keturunan Prabu Brawijaya 5/ keturunan Mataram.
bersenjatakan trisula wedha, para asuhannya menjadi perwira perang, jika berperang tanpa pasukan sakti mandraguna tanpa azimat
“apeparap pangeraning prang, tan pokro anggone anyenyandhang, ning iya bisa nyembadani ruwet rentenging wong sakpirang-pirang, sing padha nyembah reca ndhaplang, cina eling syeh syehe kaleh pinaringan sabda hiya gidrang-gidrang”
Artinya :
bergelar pangeran perang, kelihatannya berpakaian kurang pantas namun dapat mengatasi keruwetan orang banyak, yang menyembah arca terlentang, cina ingat suhu-suhunya dan memperoleh perintah, lalu melompat ketakutan.
“putra kinasih swargi kang jumeneng ing gunung Lawu hiya yayi bethara mukti, hiya krisna, hiya herumukti mumpuni sakkabehing laku, nugel tanah Jawa kaping pindho, ngerahake jin setan kumara prewangan, para lelembut ke bawah perintah saeko proyo kinen ambantu manungso Jawa padha asesanti trisula weda landhepe triniji suci bener, jejeg, jujur kadherekake Sabdopalon lan Noyogenggong”
Artinya :
putra kesayangan almarhum yang bermukim di Gunung Lawu
è Prabu Brawijaya5 setelah masuk islam tinggal di gunung lawu. Maka di sebut Syaikh gunung lawu.
è yaitu Kyai Batara Mukti, ya Krisna, ya Herumukti
è Lambang kesejahteraan, waskito/ma’rifatullah, kejayaan dunia akhirat
menguasai seluruh ajaran (ngelmu), memotong tanah Jawa kedua kali, mengerahkan jin dan setan sebagai pembantunya, seluruh makhluk halus berada dibawah perintahnya bersatu padu membantu manusia Jawa, berpedoman pada trisula weda, tajamnya tritunggal yang suci benar, lurus, jujur, didampingi Sabdopalon dan Noyogenggong.
“pendhak Sura nguntapa kumara, kang wus katon nembus dosane, kaadhepake ngarsaning sang kuasa, isih timur kaceluk wong tuwa, paringane Gatotkaca sayuta”
Artinya :
tiap bulan Sura sambutlah kumara yang sudah tampak menebus dosa dihadapan sang Maha Kuasa, masih muda sudah dipanggil orang tua warisannya Gatotkaca sejuta
“idune idu geni, sabdane malati, sing mbregendhul mesti mati, ora tuwo, enom padha dene bayi, wong ora ndayani nyuwun apa bae mesthi sembada, garis sabdane ora gentalan dina, beja-bejane sing yakin, lan tuhu setya sabdanira, tan karsa sinuyudan wong sak tanah Jawa, nanging inung pilih-pilih sapa”
Artinya :
ludahnya ludah api sabdanya sakti (terbukti), yang membantah pasti mati, orang tua, muda, maupun bayi, orang yang tidak berdaya minta apa saja pasti terpenuhi, garis sabdanya tidak akan lama, beruntunglah bagi yang yakin dan percaya, serta mentaati sabdanya, tidak mau dihormati orang se tanah Jawa, tetapi hanya memilih beberapa saja.
“waskita pindha dewa, bisa nyumurupi lahire mbahira, buyutira, canggahirapindha lahir bareng sadina, ora bisa diapusi marga bisa maca ati, wasis, wegig, waskita, ngerti sakdurunge winarah, bisa pirsa mbah-mbahira, angawuningani jantraning zaman Jawa, ngerti garise siji-sijining umat, Tan kewran sasuruping zaman”
Artinya :
pandai meramal seperti dewa, dapat mengetahui lahirnya kakek, buyut dan canggah anda, seolah-olah lahir di waktu yang sama, tidak bisa ditipu karena dapat membaca isi hati, cerdas, cermat dan bijak, mengerti sebelum sesuatu terjadi, mengetahui leluhur anda, memahami sejarah/putaran roda zaman Jawa, mengerti garis hidup setiap umat, tidak khawatir tertelan zaman
“mula den upadinen sinatriya iku, wus tan abapa, tan bibi, lola, awus aputus weda Jawa, mung angandelake trisula ,landheping trisula pucuk gegawe pati, utawa utang nyawa, sing tengah sirik gawe kapitunaning liyan, sing pinggir-pinggir tolak colong njupuk winanda”
Artinya :
oleh sebab itu carilah satria itu yatim piatu, tak bersanak saudara, sudah lulus weda Jawa ( kawruh jawa ), hanya berpedoman trisula, ujung trisulanya sangat tajam, membawa maut atau utang nyawa, yang tengah pantang berbuat merugikan orang lain, yang di kiri dan kanan menolak pencurian dan kejahatan.
“sirik den wenehi, ati malati bisa kesiku, senenge anggodha, anjejaluk cara nistha, ngertiyo yen iku coba, aja kaino, ana beja-bejane sing den pundhuti, ateges jantrane kaemong sira sebrayat“
Artinya :
Pantang bila diberi, hati mati dapat terkena kutukan, senang menggoda dan minta secara nista, ketahuilah bahwa itu hanya ujian, jangan dihina, ada keuntungan bagi yang dimintai, artinya dilindungi anda sekeluarga.
“ing ngarsa Begawan, dudu pandhita sinebut pandhita, dudu dewa sinebut dewa, kaya dene manungsa, dudu seje daya kajawaake kanti jlentreh, gawang-gawang terang ndrandhang”
Artinya :
di hadapan Begawan, bukan pendeta disebut pendeta, bukan dewa disebut dewa, namun manusia biasa, bukan kekuatan lain diterangkan jelas, bayang-bayang menjadi terang benderang
“aja gumun, aja ngungun,hiya iku putrane Bethara Indra kang pambayun, tur isih kuwasa nundhung setan, tumurune tirta brajamusti pisah kaya ngundhuh, hiya siji iki kang bisa paring pituduh marang jarwane jangka kalaningsun, tan kena den apusi, marga bisa manjing jroning ati, ana manungso kaiden ketemu, uga ana jalma sing durung mangsane, aja sirik aja gela iku dudu wektunira, nganggo simbol ratu tanpa makutha, mula sing menangi enggala den leluri, aja kongsi zaman kendhata, madhepa den marikelu, beja-bejane anak putu”
Artinya :
jangan heran, jangan bingung itulah putranya Batara Indra yang sulung dan masih kuasa mengusir setan, turunnya air brajamusti pecah memercik, hanya satu ini [Satriyo piningit] yang dapat memberi petunjuk tentang arti dan makna ramalan saya, tidak bisa ditipu, karena dapat masuk ke dalam hati, ada manusia yang bisa bertemu, tapi ada manusia yang belum saatnya, jangan iri dan kecewa, itu bukan waktu anda, memakai lambang ratu tanpa mahkota, sebab itu yang menjumpai segeralah menghormati, jangan sampai terputus, menghadaplah dengan patuh, keberuntungan ada di anak cucu.
“iki dalan kanggo sing eling lanwaspada, ing zaman kolobendu Jawa, aja nglarang dalem ngleluri wong apengawak dewa, cures ludhes saka braja jelma kumara, aja-aja kleru pandhita samusana, larinen pandhita asenjata trisula wedha, iku hiya pinaringaning dewa”
Artinya :
inilah jalan bagi yang ingat dan waspada, pada zaman kolobendu Jawa, jangan melarang dalam menghormati orang berupa dewa, yang menghalangi akan sirna seluruh keluarga, jangan keliru mencari ulama carilah ulama bersenjata trisula wedha itulah pemberian dewa
“nglurug tanpa bala, yen menang tan ngasorake liyan, para kawula padha suka-suka ,marga adiling pangeran wus teka, ratune nyembah kawula, angagem trisula wedha, para pandhita hiya padha muja, hiya iku momongane kaki Sabdopalon, sing wis adu wirang nanging kondhang, genaha kacetha kanthi njingglang, nora ana wong ngresula kurang, hiya iku tandane kolobendu wis minger, centi wektu jejering kalamukti, andayani indering jagad raya, padha asung bhekti”
Artinya :
menyerang tanpa pasukan bila menang tak menghina yang lain, rakyat bersuka ria karena keadilan Yang Kuasa telah tiba, raja menyembah rakyat, bersenjatakan trisula wedha, para pendeta juga pada memuja, itulah asuhannya Sabdopalon yang sudah menanggung malu tetapi termashur, segalanya tampak terang benderang, tak ada yang mengeluh kekurangan, itulah tanda zaman kolobendu telah usai, berganti zaman penuh kemuliaan, memperkokoh tatanan jagad raya, semuanya menaruh rasa hormat yang tinggi.
C. KITAB MUSARRAR JOYOBOYO
Asmarandana :
- Kitab Musarar inganggit, Duk Sang Prabu Joyoboyo, Ing Kediri kedhatone, Ratu agagah prakosa, Tan ana kang malanga, Parang muka samya teluk, Pan sami ajrih sedaya,
- Milane sinungan sakti, Bathara Wisnu punika, Anitis ana ing kene, Ing Sang Prabu Joyoboyo, Nalikane mangkana, Pan jumeneng Ratu Agung, Abala para Narendra,
- Wusnya mangkana winarni, Lami-lami apeputra, Jalu apekik putrane, Apanta sampun diwasa, Ingadekaken raja, Pagedongan tanahipun, Langkung arja kang nagara,
- Maksihe bapa anenggih, Langkung suka ingkang rama, Sang Prabu Joyoboyone, Duk samana cinarita, Pan arsa katamiyan, Raja Pandita saking Rum, Nama Sultan Maolana,
- Ngali Samsujen kang nami, Sapraptane sinambrama, Kalawan pangabektine, Kalangkung sinuba suba, Rehning tamiyan raja, Lan seje jinis puniku, Wenang lamun ngurmatana.
- Wus lenggah atata sami, Nuli wau angandika, Jeng Sultan Ngali Samsujen, “Heh Sang Prabu Joyoboyo, Tatkalane ta iya, Apitutur ing sireku, Kandhane Kitab Musarar.
- Prakara tingkahe nenggih, Kari ping telu lan para, Nuli cupet keprabone, Dene ta nuli sinelan, Liyane teka para,” Sang Prabu lajeng andeku, Wus wikan titah Bathara.
- Lajeng angguru sayekti, Sang-a Prabu Joyoboyo, Mring Sang raja panditane, Rasane Kitab Musarar, Wus tunumplak sadaya, Lan enget wewangenipun, Yen kantun nitis ping tiga.
Asmarandana :
- Kitab Musarar dibuat tatkala Prabu Joyoboyo di Kediri yang gagah perkasa, tidak ada yang mengalahkan, setiap peperangan musuh takut dan takluk, tak ada yang berani.
- Beliau sakti sebab Batara wisnu menitis padanya. Waktu itu Sang Prabu menjadi raja agung, pasukannya raja-raja.
- Terkisahkan bahwa Sang Prabu telah beristri lama-lama punya putra juga lelaki yang tampan. Sesudah dewasa dijadikan raja di Pagedongan. Sangat raharja negara-nya.
- Hal tersebut menggembirakan Sang Prabu. Waktu itu tersebutkan Sang Prabu akan mendapat tamu, seorang raja pandita dari Rum bernama, Sultan Maolana.
- Lengkapnya bernama Ngali Samsujen. Kedatangannya disambut sebaik-baiknya. Sebab tamu tersebut seorang raja pandita lain bangsa yang pantas dihormati.
- Setelah duduk Sultan Ngali Samsujen berkata: “Sang Prabu Joyoboyo, perkenankan saya memberi petuah padamu mengenai Kitab Musarar.
- Yang menyebutkan tinggal tiga kali lagi kemudian kerajaanmu akan diganti oleh orang lain”. Sang Prabu mendengarkan dengan sebaik-baiknya. Karena beliau telah mengerti kehendak Dewata.
- Sang Prabu segera menjadi murid sang Raja Pandita. Segala isi Kitab Musarar sudah diketahui semua. Beliaupun ingat peringatannya tinggal menitis 3 kali.
SINOM
- Dene jejuluke nata, Lung gadung rara nglingkasi, Nuli salin gajah meta, Semune tengu lelaki, Sewidak warsa nuli, Ana dhawuhing bebendu, Kelem negaranira, Kuwur tataning negari, Duk semana pametune wong ing ndesa.
- Dhuwit anggris lawan uwang, Sawab ingsun den suguhi, Rupa getih mung sapitrah, Nuli retu kang nagari, Ilang barkating bumi, Tatane Parentah rusuh, Wong cilik kesrakatan, Tumpa-tumpa kang bilahi, Wus pinesthi nagri tan kena tinambak.
- Bojode ingkang negara, Narendra pisah lan abdi, Prabupati sowang-sowang, Samana ngalih nagari, Jaman Kutila genti, Kara murka ratunipun, Semana linambangan, Dene Maolana Ngali, Panji loro semune Pajang Mataram.
- Nakoda melu wasesa, Kaduk bandha sugih wani, Sarjana sirep sadaya, Wong cilik kawelas asih, Mah omah bosah-basih, Katarajang marga agung, Panji loro dyan sirna, Nuli Rara ngangsu sami, Randha loro nututi pijer tetukar.
- Tan kober paes sarira, Sinjang kemben tan tinolih, Lajengipun sinung lambang, Dene Maolana Ngali, Samsujen Sang-a Yogi, Tekane Sang Kala Bendu, Ing Semarang Tembayat, Poma den samya ngawruhi, Sasmitane lambang kang kocap punika.
- Dene pajege wong ndesa, Akeh warninira sami, Lawan pajeg mundak-mundak, Yen panen datan maregi, Wuwuh suda ing bumi, Wong dursila saya ndarung, Akeh dadi durjana, Wong gedhe atine jail, Mundhak tahun mundhak bilaining praja.
- Kukum lan yuda nagara, Pan nora na kang nglabeti, Salin-salin kang parentah, Aretu patraping adil, Kang bener-bener kontit, Kang bandhol-bandhol pan tulus, Kang lurus-lurus rampas, Setan mindha wahyu sami, Akeh lali mring Gusti miwah wong tuwa.
- Ilang kawiranganingdyah, Sawab ingsun den suguhi, Mring ki Ajar Gunung Padang, Arupa endang sawiji, Samana den etangi, Jaman sewu pitung atus, Pitung puluh pan iya, Wiwit prang tan na ngaberi, Nuli ana lamate negara rengka.
- Akeh ingkang gara-gara, Udan salah mangsa prapti, Akeh lindhu lan grahana, Dalajate salin-salirt, Pepati tanpa aji, Anutug ing jaman sewu, Wolung atus ta iya, Tanah Jawa pothar pathir, Ratu Kara Murka Kuthila pan sirna.
- Dene besuk nuli ana, Tekane kang Tunjung putih, Semune Pudhak kasungsang, Bumi Mekah dennya lair, Iku kang angratoni, Jagad kabeh ingkang mengku, Juluk Ratu Amisan, Sirep musibating bumi, Wong nakoda milu manjing ing samuwan,
- Prabu tusing waliyulah, Kadhatone pan kekalih, Ing Mekah ingkang satunggal, Tanah Jawi kang sawiji, Prenahe iku kaki, Perak lan gunung Perahu, Sakulone tempuran, Balane samya jrih asih, Iya iku ratu rinenggeng sajagad.
- Kono ana pangapura, Ajeg kukum lawan adil, Wong cilik pajege dinar, Sawab ingsun den suguhi, Iya kembang saruni, Mring ki Ajar iku mau, Ing nalika semana, Mulya jenenging narpati, Tur abagus eseme lir madu puspita.
- Langkung arja jamane narpati, Nora nana pan ingkang nanggulang, Wong desa iku wadale, Kang duwe pajeg sewu, Pan sinuda dening Narpati, Mung metu satus dinar,
SINOM
1. Nama rajanya Lung gadung rara nglikasi kemudian berganti gajah meta semune tengu lelaki. Enam puluh tahun menerima kutukan sehingga tenggelam negaranya dan hukum tidak karuan, waktu itu pajaknya rakyat adalah;
Keterangan :
Lung Gadung Rara Nglikasi : Raja yang penuh inisiatif dalam segala hal, namun memiliki kelemahan suka wanita (Soekarno). Gajah Meta Semune Tengu Lelaki : Raja yang disegani/ditakuti, namun nista (Soeharto).
Uang anggris dan uwang. Sebab saya diberi hidangan darah sepitrah. Kemudian negara geger. Berkahnya bumi hilang, tatanan pemerintahan rusak. Rakyat celaka. Sudah menjadi kepastian bermacam-macam bencana menimpa negri yang tidak dapat ditolak.
2. Negara rusak. Raja berpisah dengan rakyat. Bupati berdiri sendiri-sendiri. Kemudian negara berganti jaman Kutila. Rajanya Kara Murka. Maulana Ali melambangkan Panji loro semune Pajang Mataram.
Keterangan :
· Bupati berdiri sendiri-sendiri : Otonomi Daerah.
· Jaman Kutila : Reformasi
· Raja Kara Murka : Raja-raja yang saling balas dendam/raja angkara murka alias dholim
· Panji Loro semune Pajang Mataram : Dua kekuatan pimpinan yang saling jegal ingin menjatuhkan (Gus Dur – Megawati )
3. Nakhoda ikut serta memerintah. Karena punya kekayaan dan keberanian. Sarjana/ulama redup semuanya. Rakyat sengsara. Rumah hancur berantakan diterjang jalan besar. Kemudian diganti dengan lambang Rara ngangsu, randa loro nututi pijer tetukar.
Keterangan
· Nakhoda : Orang asing. (thogok bilung) 85% lebih asset Negara dikuasai asing). Negara indonesia itu sebenarnya negara bonekanya amerika, para pejabat hanyalah jongos- jongos asing.
· Sarjana : Orang arif dan bijak redup berdiam diri takut menyuarakan kebenaran. Rara Ngangsu, Randa Loro Nututi Pijer Atetukar : Ratu yang selalu diikuti/diintai dua saudara wanita tua untuk menggantikannya (Megawati)
· Banyaknya penggusuran rumah rakyat
4. Tan Kober Apepaes sarira Tan Tinolih Sinjang Kemben : Raja yang tidak sempat mengatur negara sebab adanya masalah-masalah yang merepotkan (SBY/Kalla, dan SBY/ Budiono).
· Tidak berkesempatan menghias diri, sinjang kemben tan tinolih itu sebuah lambang yang menurut Syaih Ali Syamsudin datangnya Kala Bendu. Yang mengerti/memahami lambang tersebut yaitu di Semarang Tembayat.
Perlambang Semarang Tembayat merupakan tempat dimana seseorang memahami dan mengetahui solusi dari apa yang terjadi. Semarang Tembayat merupakan tempat yang masih misteri dimana di dalam Surat Terbuka kepada SBY, bapak Tri Budi Marhaen Darmawan menggambarkan sbb :
”Jawaban dan solusi guna mengatasi carut marut keadaan bangsa ini ada di “Semarang Tembayat” yang telah diungkapkan oleh Prabu Joyoboyo. Guna membantu memecahkan misteri ini dapatlah saya pandu sebagai berikut :
- Sunan Tembayat adalah Bupati pertama Semarang. Sedangkan tempat yang dimaksud adalah lokasi dimana Kanjeng Sunan Kalijaga memerintahkan kepada Sunan Tembayat untuk pergi ke Gunung Jabalkat (Klaten). Secara potret spiritual, lokasi itu dinamakan daerah “Ringin Telu” (Beringin Tiga), berada di daerah pinggiran Semarang.
- Semarang Tembayat juga bermakna Semarang di balik Semarang. Maksudnya adalah di balik lahir (nyata), ada batin (gaib). Kerajaan gaib penguasa Semarang adalah “Barat Katiga”. Insya Allah lokasinya adalah di daerah “Ringin Telu” itu.
- Semarang Tembayat dapat diartikan : SEMARANG TEMpatnya BArat DaYA Tepi. Dapat diartikan lokasinya adalah di Semarang pinggiran arah Barat Daya.”
- Lokasi yang dikatakan Lebak Cawéné oleh Prabu Siliwangi adalah juga Gunung Perahu menurut Joyoboyo, dan tempatnya di Semarang Tembayat seperti juga telah diungkapkan oleh Joyoboyo. Ditambahkan dengan gambaran spiritual menurut bapak Tri Budi Marhaen Darmawan di atas, maka tempat itu memiliki ciri-ciri terdapat 2 sumber air besar, 3 pohon beringin, dan keberadaan watu gilang. Diperkirakan tempat itu di pinggiran kota Semarang arah barat daya.
Menurut pendapat lain:
Gunung perahu= gunung Merbabu Boyolali berbatasan dengan Klaten, puncaknya seperti cawan/lembah yang tengahnya ada tonjolan seperti punuk unta bila di lihat dari timur merbabu mirip perahu.
Gunung Jabalkat yang berada di Tembayat itulah yang disebut gunug perahu. Deretan pegunungan Jabalkat hingga sampai Sukoharajo, bila di lihat dari jalan Jogja solo, lebih dari tujuh puncaknya berbentuk seperti perahu.
Sumber air terbesar di Klaten= Ingas dan Sigedang di daerah Cokro Tulung. Yang airnya menyebar ke seluruh Indonesia di kemas begitu bagusnya bahkan sampai keluar negri di bawa oleh touris. Air perlambang kehidupan yang dengan asbabnya memberikan kehidupan seluruh bangsa Indonesia dan sejagat raya. Tembayat adalah daerah Klaten Bersinar. Indonesia akan bersinar dari kota bersinar yang akan memancar keseluruh penjuru dunia.
Kulon tempuran= tempat pertemuan dua sungai di sekitar dua sumber air itu.
Menurut sumber lain ada perlambang Joglo Semar= Jogja Solo Semarang, bila ditarik garis dari Semarang Tembayat dan Jogja Solo maka akan bertemu di Cokro Tulung daerah Delanggu.
5. Pajak rakyat banyak sekali macamnya. Semakin naik. Panen tidak membuat kenyang. Hasilnya berkurang. orang jahat makin menjadi-jadi, banyak yang jadi maling, Orang besar hatinya jail. Makin hari, ganti tahun makin bertambah kesengsaraan negara.
6. Hukum dan pengadilan negara tidak berguna. Perintah berganti-ganti. Keadilan tidak ada.Yang benar di singkirkan, dianggap salah. Yang jahat dianggap benar, mulus jalannya. Yang lurus-lurus di rampas haknya. Setan menyamar sebagai wahyu. Banyak orang melupakan Tuhan dan orang tua.
7. Wanita hilang kehormatannya. Sebab saya diberi hidangan Endang seorang oleh ki Ajar. Mulai perang tidak berakhir. Kemudian ada tanda negara rapuh, pecah.
8. Banyak hal-hal yang luar biasa/prahara. Hujan salah waktu. Banyak gempa dan gerhana. Nyawa tidak berharga. Tanah Jawa berantakan. Kemudian raja Kara Murka Kutila musnah.
9. Kemudian kelak akan datang Tunjung putih semune Pudak kasungsang. Lahir di bumi Mekah. Menjadi raja di dunia, bergelar Ratu Amisan, redalah kesengsaraan di bumi, nakhoda ikut ke dalam persidangan.
Tunjung Putih semune Pudak Kasungsang : Raja berhati putih namun masih tersembunyi (Satriya Piningit).
Lahir di bumi Mekah : Orang Islam yang sangat bertauhid, melaksanakan islam secara kaffah. Perlambang Tunjung putih semune Pudak kasungsang memiliki makna seorang pemimpin yang masih tersembunyi berhati suci dan bersih. Inilah seorang pemimpin yang dikenal banyak orang dengan nama “Satrio Piningit”.
Lahir di bumi Mekah merupakan perlambang bahwa pemimpin tersebut adalah seorang Islam sejati yang memiliki tingkat ketauhidan yang sangat tinggi.
Bergelar Ratu Amisan maksudnya Ratu Adil yang berasal dari orang yang miskin, remeh tak berpengaruh, tak di pandang di mayarakat.
Raja keturunan/utusan waliyullah atau seorang waliyulah. Berkedaton dua di Mekah dan Tanah Jawa. Letaknya dekat dengan gunung Perahu, sebelah barat tempuran. Dicintai pasukannya. Memang raja yang terkenal sedunia.
Berkedaton dua di Mekah dan Tanah Jawa : Orang Islam yang sangat menghormati leluhurnya dan menyatu dengan ajaran tradisi Jawa (kawruh Jawa) yaitu Ajaran para wali jawa yang terkandung dalam karya sastra maupun adat istiadat jawa.
Rumah Satrio Piningit di sebelah barat pertemuan dua sungai yang masih ada airnya, di situlah rumah Satrio Piningit tepat di desa sebelah barat tempuran itu, di dekat gunung perahu yaitu gunung Merbabu Boyolali dan Gunung Jabalkat Klaten. Klaten semboyannya Bersinar menurut para wali, dari tanah Klaten akan lahir seorang yang akan menyinari bangsa ini dan dunia dengan hidayah islam, sehingga Sunan Kalijaga memerintahkan Sunan Pandanaran untuk berda’wah di kota ini.
Waktu itulah ada pemaafan dan keadilan. Rakyat pajaknya dinar sebab saya diberi hidangan bunga seruni oleh ki Ajar. Waktu itu pemerintahan raja baik sekali. Orangnya tampan senyumnya manis sekali.
Benar-benar raharja waktu itu tidak ada yang menghalang-halangi. Rakyat yang dikenakan pajak seribu dikurangi oleh sang Prabu tinggal seratus dinar.
D. WANGSIT PRABU SILIWANGI
Memerintah Pajajaran tahun 1482-1521
Carita Pantun Ngahiangna Pajajaran Pun, sampun kula jurungkeun Mukakeun turub mandepun Nyampeur nu dihandeuleumkeun Teundeun poho nu baréto Nu mangkuk di saung butut Ukireun dina lalangit Tataheun di jero iga!
Saur Prabu Siliwangi ka balad Pajajaran anu milu mundur dina sateuacana ngahiang : “Lalakon urang ngan nepi ka poé ieu, najan dia kabéhan ka ngaing pada satia! Tapi ngaing henteu meunang mawa dia pipilueun, ngilu hirup jadi balangsak, ngilu rudin bari lapar. Dia mudu marilih, pikeun hirup ka hareupna, supaya engké jagana, jembar senang sugih mukti, bisa ngadegkeun deui Pajajaran! Lain Pajajaran nu kiwari, tapi Pajajaran anu anyar, nu ngadegna digeuingkeun ku obah jaman! Pilih! ngaing moal ngahalang-halang. Sabab pikeun ngaing, hanteu pantes jadi Raja, anu somah sakabéhna, lapar baé jeung balangsak.”
Daréngékeun! Nu dék tetep ngilu jeung ngaing, geura misah ka beulah kidul! Anu hayang balik deui ka dayeuh nu ditinggalkeun, geura misah ka beulah kalér! Anu dék kumawula ka nu keur jaya, geura misah ka beulah wétan! Anu moal milu ka saha-saha, geura misah ka beulah kulon!
Daréngékeun! Dia nu di beulah wétan, masing nyaraho: Kajayaan milu jeung dia! Nya turunan dia nu engkéna bakal maréntah ka dulur jeung ka batur. Tapi masing nyaraho, arinyana bakal kamalinaan. Engkéna bakal aya babalesna. Jig geura narindak!
Dia nu di beulah kulon! Papay ku dia lacak Ki Santang! Sabab engkéna, turunan dia jadi panggeuing ka dulur jeung ka batur. Ka batur urut salembur, ka dulur anu nyorang saayunan ka sakabéh nu rancagé di haténa. Engké jaga, mun tengah peuting, ti gunung Halimun kadéngé sora tutunggulan, tah éta tandana; saturunan dia disambat ku nu dék kawin di Lebak Cawéné. Ulah sina talangké, sabab talaga bakal bedah! Jig geura narindak! Tapi ulah ngalieuk ka tukang!
Dia nu marisah ka beulah kalér, daréngékeun! Dayeuh ku dia moal kasampak. Nu ka sampak ngan ukur tegal baladaheun. Turunan dia, lolobana bakal jadi somah. Mun aya nu jadi pangkat, tapi moal boga kakawasaan. Arinyana engké jaga, bakal ka seundeuhan batur. Loba batur ti nu anggang, tapi batur anu nyusahkeun. Sing waspada!
Sakabéh turunan dia ku ngaing bakal dilanglang. Tapi, ngan di waktu anu perelu. Ngaing bakal datang deui, nulungan nu barutuh, mantuan anu sarusah, tapi ngan nu hadé laku-lampahna. Mun ngaing datang moal kadeuleu; mun ngaing nyarita moal kadéngé. Mémang ngaing bakal datang. Tapi ngan ka nu rancagé haténa, ka nu weruh di semu anu saéstu, anu ngarti kana wangi anu sajati jeung nu surti lantip pikirna, nu hadé laku lampahna.
Mun ngaing datang; teu ngarupa teu nyawara, tapi méré céré ku wawangi. Ti mimiti poé ieu, Pajajaran leungit ti alam hirup. Leungit dayeuhna, leungit nagarana. Pajajaran moal ninggalkeun tapak, jaba ti ngaran pikeun nu mapay. Sabab bukti anu kari, bakal réa nu malungkir! Tapi engké jaga bakal aya nu nyoba-nyoba, supaya anu laleungit kapanggih deui. Nya bisa, ngan mapayna kudu maké amparan. Tapi anu marapayna loba nu arieu-aing pang pinterna. Mudu arédan heula.
Engké bakal réa nu kapanggih, sabagian-sabagian. Sabab kaburu dilarang ku nu disebut Raja Panyelang! Aya nu wani ngoréhan terus terus, teu ngahiding ka panglarang; ngoréhan bari ngalawan, ngalawan sabari seuri. Nyaéta budak angon; imahna di birit leuwi, pantona batu satangtungeun, kahieuman ku handeuleum, karimbunan ku hanjuang. Ari ngangonna? Lain kebo lain embé, lain méong lain banténg, tapi kalakay jeung tutunggul. Inyana jongjon ngorehan, ngumpulkeun anu kapanggih.
Sabagian disumputkeun, sabab acan wayah ngalalakonkeun. Engke mun geus wayah jeung mangsana, baris loba nu kabuka jeung raréang ménta dilalakonkeun. Tapi, mudu ngalaman loba lalakon, anggeus nyorang: undur jaman datang jaman, saban jaman mawa lalakon. Lilana saban jaman, sarua jeung waktuna nyukma, ngusumah jeung nitis, laju nitis dipinda sukma.
Daréngékeun! Nu kiwari ngamusuhan urang, jaradi rajana ngan bakal nepi mangsa: tanah bugel sisi Cibantaeun dijieun kandang kebo dongkol. Tah di dinya, sanagara bakal jadi sampalan, sampalan kebo barulé, nu diangon ku jalma jangkung nu tutunjuk di alun-alun. Ti harita, raja-raja dibelenggu. Kebo bulé nyekel bubuntut, turunan urang narik waluku, ngan narikna henteu karasa, sabab murah jaman seubeuh hakan.
Ti dinya, waluku ditumpakan kunyuk; laju turunan urang aya nu lilir, tapi lilirna cara nu kara hudang tina ngimpi. Ti nu laleungit, tambah loba nu manggihna. Tapi loba nu pahili, aya kabawa nu lain mudu diala! Turunan urang loba nu hanteu engeuh, yén jaman ganti lalakon ! Ti dinya gehger sanagara. Panto nutup di buburak ku nu ngaranteur pamuka jalan; tapi jalan nu pasingsal!
Nu tutunjuk nyumput jauh; alun-alun jadi suwung, kebo bulé kalalabur; laju sampalan nu diranjah monyét! Turunan urang ngareunah seuri, tapi seuri teu anggeus, sabab kaburu: warung béak ku monyét, sawah béak ku monyét, leuit béak ku monyét, kebon béak ku monyét, sawah béak ku monyét, cawéné rareuneuh ku monyét. Sagala-gala diranjah ku monyét. Turunan urang sieun ku nu niru-niru monyét. Panarat dicekel ku monyet bari diuk dina bubuntut. Walukuna ditarik ku turunan urang keneh. Loba nu paraeh kalaparan. ti dinya, turunan urang ngarep-ngarep pelak jagong, sabari nyanyahoanan maresék caturangga. Hanteu arengeuh, yén jaman geus ganti deui lalakon.
Laju hawar-hawar, ti tungtung sagara kalér ngaguruh ngagulugur, galudra megarkeun endog. Génjlong saamparan jagat! Ari di urang ? Ramé ku nu mangpring. Pangpring sabuluh-buluh gading. Monyét ngumpul ting rumpuyuk. Laju ngamuk turunan urang; ngamukna teu jeung aturan. loba nu paraéh teu boga dosa. Puguh musuh, dijieun batur; puguh batur disebut musuh. Ngadak-ngadak loba nu pangkat nu maréntah cara nu édan, nu bingung tambah baringung; barudak satepak jaradi bapa. nu ngaramuk tambah rosa; ngamukna teu ngilik bulu. Nu barodas dibuburak, nu harideung disieuh-sieuh. Mani sahéng buana urang, sabab nu ngaramuk, henteu beda tina tawon, dipaléngpéng keuna sayangna. Sanusa dijieun jagal. Tapi, kaburu aya nu nyapih; nu nyapihna urang sabrang.
Laju ngadeg deui raja, asalna jalma biasa. Tapi mémang titisan raja. Titisan raja baheula jeung biangna hiji putri pulo Dewata. da puguh titisan raja; raja anyar hésé apes ku rogahala! Ti harita, ganti deui jaman. Ganti jaman ganti lakon! Iraha? Hanteu lila, anggeus témbong bulan ti beurang, disusul kaliwatan ku béntang caang ngagenclang. Di urut nagara urang, ngadeg deui karajaan. Karajaan di jeroeun karajaan jeung rajana lain teureuh Pajajaran.
Laju aya deui raja, tapi raja, raja buta nu ngadegkeun lawang teu beunang dibuka, nangtungkeun panto teu beunang ditutup; nyieun pancuran di tengah jalan, miara heulang dina caringin, da raja buta! Lain buta duruwiksa, tapi buta henteu neuleu, buaya eujeung ajag, ucing garong eujeung monyét ngarowotan somah nu susah. Sakalina aya nu wani ngageuing; nu diporog mah lain satona, tapi jelema anu ngélingan.
Mingkin hareup mingkin hareup, loba buta nu baruta, naritah deui nyembah berhala. Laju bubuntut salah nu ngatur, panarat pabeulit dina cacadan; da nu ngawalukuna lain jalma tukang tani. Nya karuhan: taraté hépé sawaréh, kembang kapas hapa buahna; buah paré loba nu teu asup kana aseupan………… Da bonganan, nu ngebonna tukang barohong; nu tanina ngan wungkul jangji; nu palinter loba teuing, ngan pinterna kabalinger.
Ti dinya datang budak janggotan. Datangna sajamang hideung bari nyorén kanéron butut, ngageuingkeun nu keur sasar, ngélingan nu keur paroho. Tapi henteu diwararo! Da pinterna kabalinger, hayang meunang sorangan. Arinyana teu areungeuh, langit anggeus semu beureum, haseup ngebul tina pirunan. Boro-boro dék ngawaro, malah budak nu janggotan, ku arinyana ditéwak diasupkeun ka pangbérokan. Laju arinyana ngawut-ngawut dapur batur, majarkeun néangan musuh; padahal arinyana nyiar-nyiar pimusuheun.
Sing waspada! Sabab engké arinyana, bakal nyaram Pajajaran didongéngkeun. Sabab sarieuneun kanyahoan, saenyana arinyana anu jadi gara-gara sagala jadi dangdarat. Buta-buta nu baruta; mingkin hareup mingkin bedegong, ngaleuwihan kebo bulé. Arinyana teu nyaraho, jaman manusa dikawasaan ku sato!
Jayana buta-buta, hanteu pati lila; tapi, bongan kacarida teuing nyangsara ka somah anu pada ngarep-ngarep caringin reuntas di alun-alun. Buta bakal jaradi wadal, wadal pamolahna sorangan. Iraha mangsana? Engké, mun geus témbong budak angon! Ti dinya loba nu ribut, ti dapur laju salembur, ti lembur jadi sanagara! Nu barodo jaradi gélo marantuan nu garelut, dikokolotan ku budak buncireung! Matakna garelut? Marebutkeun warisan. Nu hawek hayang loba; nu boga hak marénta bagianana. Ngan nu aréling caricing. Arinyana mah ngalalajoan. Tapi kabarérang.
Nu garelut laju rareureuh; laju kakara arengeuh; kabéh gé taya nu meunang bagian. Sabab warisan sakabéh béak, béakna ku nu nyarekel gadéan. Buta-buta laju nyarusup, nu garelut jadi kareueung, sarieuneun ditempuhkeun leungitna nagara. Laju naréangan budak angon, nu saungna di birit leuwi nu pantona batu satangtung, nu dihateup ku handeuleum ditihangan ku hanjuang. Naréanganana budak tumbal. sejana dék marénta tumbal. Tapi, budak angon enggeus euweuh, geus narindak babarengan jeung budak anu janggotan; geus mariang pindah ngababakan, parindah ka Lebak Cawéné!
Nu kasampak ngan kari gagak, keur ngelak dina tutunggul. Daréngékeun! Jaman bakal ganti deui. tapi engké, lamun Gunung Gedé anggeus bitu, disusul ku tujuh gunung. Génjlong deui sajajagat. Urang Sunda disarambat; urang Sunda ngahampura. Hadé deui sakabéhanana. Sanagara sahiji deui. Nusa Jaya, jaya deui; sabab ngadeg ratu adil; ratu adil nu sajati.
Tapi ratu saha? Ti mana asalna éta ratu? Engké ogé dia nyaraho. Ayeuna mah, siar ku dia éta budak angon!
Jig geura narindak! Tapi, ulah ngalieuk ka tukang!
Artinya;
Prabu Siliwangi masuk islam,berpesan pada anaknya Kian Santang yang selalu mendesak untuk masuk islam; ”Kian Santang, Ayahanda sekalian belum waktunya memeluk agama islam, namun di akhir dan pada saat tertentu akan terbuka oleh semuanya, Siliwangi akan masuk islam seutuhnya, Yang kedua Ananda harus waspada, harus hati-hati dan giat, satu waktu nanti pegangan ananda[islam] akan di jadikan sandaran tuntunan perilaku buruk, inilah pohon kabua sebagai saksinya”.
Cerita pantun menghilangnya Pajajaran, ”Sudah, sudah sampaikan ( utarakan ), membuka tutup di depan, menghampiri rumah yang ada pohon handeleumnya, menyibak kelupaan masa lampau yang bertempat di saung yang jelek berukiran apa yang ada di langit di tatah di tulang rusuk.”
Prabu Siliwangi berpesan pada warga Pajajaran yang ikut mundur pada waktu beliau sebelum menghilang menuju ke selatan :
“Perjalanan kita hanya sampai disini hari ini, walaupun kalian semua setia padaku! Tapi aku tidak boleh membawa kalian dalam masalah ini, membuat kalian susah, ikut merasakan miskin dan lapar. Kalian boleh memilih untuk hidup kedepan nanti, agar besok lusa, kalian hidup senang kaya raya dan bisa mendirikan lagi Pajajaran! Bukan Pajajaran saat ini tapi Pajajaran yang baru yang berdiri oleh perjalanan waktu! Pilih! aku tidak akan melarang, sebab untukku, tidak pantas jadi raja yang rakyatnya lapar dan miskin.”
Dengarkan! Yang ingin tetap ikut denganku, cepat memisahkan diri ke selatan! Yang ingin kembali lagi ke kota yang ditinggalkan, cepat memisahkan diri ke utara! Yang ingin berbakti kepada raja yang sedang berkuasa, cepat memisahkan diri ke timur! Yang tidak ingin ikut siapa-siapa, cepat memisahkan diri ke barat!
Dengarkan! Kalian yang di timur harus tahu: Kekuasaan akan turut dengan kalian! dan keturunan kalian nanti yang akan memerintah saudara kalian dan orang lain. Tapi kalian harus ingat, nanti mereka akan memerintah dengan semena-mena. Akan ada pembalasan untuk semua itu. Silahkan pergi!
Kalian yang di sebelah barat! Carilah oleh kalian Ki Santang! Sebab nanti, keturunan kalian yang akan mengingatkan saudara kalian dan orang lain. Ke saudara sedaerah, ke saudara yang datang sependirian dan semua yang baik hatinya. Suatu saat nanti, apabila tengah malam, dari gunung Halimun terdengar suara minta tolong, nah itu adalah tandanya. Semua keturunan kalian dipanggil oleh yang mau menikah di Lebak Cawéné. Jangan sampai berlebihan, sebab nanti telaga akan banjir! Silahkan pergi! Ingat! Jangan menoleh kebelakang!2
Kian Santang= Sunan Rahmat Suci= anak Prabu Siliwangi dari Dewi Kumolo wangi, yang belajar di Makkah selama tuju tahun, kemudian memerintah Pajajaran menggantikan Prabu Munding, yang selanjutnya mengkususkan diri bertapa/da’wah di daerah Garut.
Kalian yang di sebelah utara! Dengarkan! Kota takkan pernah kalian datangi, yang kalian temui hanya padang yang perlu diolah. Keturunan kalian, kebanyakan akan menjadi rakyat biasa. Adapun yang menjadi penguasa tetap tidak mempunyai kekuasaan. Suatu hari nanti akan kedatangan tamu, banyak tamu dari jauh, tapi tamu yang menyusahkan. Waspadalah !
Semua keturunan kalian akan aku kunjungi, tapi hanya pada waktu tertentu dan saat diperlukan. Aku akan datang lagi, menolong yang perlu, membantu yang susah, tapi hanya mereka yang bagus perangainya. Apabila aku datang takkan terlihat; apabila aku berbicara takkan terdengar. Memang aku akan datang tapi hanya untuk mereka yang baik hatinya, mereka yang mengerti dan satu tujuan, yang mengerti tentang harum sejati juga mempunyai jalan pikiran yang lurus dan bagus tingkah lakunya. Ketika aku datang, tidak berupa dan bersuara tapi memberi ciri dengan wewangian.
Semenjak hari ini, Pajajaran hilang dari alam nyata. Hilang kotanya, hilang negaranya. Pajajaran tidak akan meninggalkan jejak, selain nama untuk mereka yang berusaha menelusuri. Sebab bukti yang ada akan banyak yang menolak! Tapi suatu saat akan ada yang mencoba, supaya yang hilang bisa ditemukan kembali. Bisa saja, hanya menelusurinya harus memakai dasar. Tapi yang menelusurinya banyak yang sok pintar dan sombong. dan bahkan berlebihan kalau bicara
Suatu saat nanti akan banyak hal yang ditemui, sebagian-sebagian. Sebab terlanjur dilarang oleh Pemimpin Pengganti! Ada yang berani menelusuri terus menerus, tidak mengindahkan larangan, mencari sambil melawan, melawan sambil tertawa. Dialah Anak Gembala, Rumahnya di belakang sungai, pintu [gerbang] nya batu setinggi manusia, rimbun oleh pohon handeuleum dan hanjuang. Apa yang dia gembalakan? Bukan kerbau bukan domba, bukan pula harimau ataupun banteng. Tetapi ranting daun kering dan sisa potongan pohon (umat yang telah meninggalkan ajaran agama, ibarat ranting daun kering dan sisa potongan pohon yang telah terpisah dari akarnya, pasti mati, maka dari itu Satrio Piningit berusaha memelihara dan menghidupkannya lagi). Dia terus mencari, mengumpulkan semua yang dia temui. Tapi akan menemui banyak sejarah/kejadian, selesai jaman yang satu datang lagi satu jaman yang jadi sejarah/kejadian baru, setiap jaman membuat sejarah. setiap waktu akan berulang itu dan itu lagi.
Rumah Satrio Piningit di belakang sungai itu artinya menghadap sungai, coba perhatikan bila anda berjalan di belakang seseorang tentunya anda akan menghadap padanya. Begitulah rumah Satrio Piningit menghadap ke sungai
Pintu gerbangnya ada batu setinggi manusia/pagarnya setinggi manusia di buat dari batu kali.
Rimbun oleh pohon handeleum dan hanjuang.
Dengarkan! yang saat ini memusuhi kita, akan berkuasa hanya untuk sementara waktu. Tanahnya kering padahal di pinggir sungai Cibantaeun dijadikan kandang kerbau kosong. Nah di situlah, sebuah nagara akan pecah, pecah oleh kerbau bule, yang digembalakan oleh orang yang tinggi dan memerintah di pusat kota, semenjak itu, raja-raja dibelenggu. Kerbau bule memegang kendali, dan keturunan kita hanya jadi orang suruhan. Tapi kendali itu tak terasa sebab semuanya serba dipenuhi dan murah serta banyak pilihan.
Yaitu masa penjajahan belanda/kebo bule= keker bodo budakke letong[kekar bodoh budaknya tai kebo]
Semenjak itu, pekerjaan dikuasai monyet.1 Suatu saat nanti keturunan kita akan ada yang sadar, tapi sadar seperti terbangun dari mimpi.2 Dari yang hilang dulu semakin banyak yang terbongkar. Tapi banyak yang tertukar sejarahnya, banyak yang dicuri bahkan dijual! Keturunan kita banyak yang tidak tahu, bahwa jaman sudah berganti! Pada saat itu geger di seluruh negara.3 Pintu dihancurkan oleh mereka para pemimpin, tapi pemimpin yang salah arah!
1. penjajah dan anteknya seperti monyet, rakus tak punya perasaan
2. pemberontakan Pangeran Diponegoro dll
3. perang dunia ke 2
Yang memerintah bersembunyi, pusat kota kosong, kerbau bule kabur. Negara pecahan diserbu monyet! Keturunan kita enak tertawa, tapi tertawa yang terpotong, sebab ternyata, pasar habis oleh penyakit, sawah habis oleh penyakit, tempat padi habis oleh penyakit, kebun habis oleh penyakit, perempuan hamil oleh penyakit. Semuanya diserbu oleh penyakit. Keturunan kita takut oleh segala yang berbau penyakit. Semua alat digunakan untuk menyembuhkan penyakit sebab sudah semakin parah. Yang mengerjakannya masih bangsa sendiri. Banyak yang mati kelaparan. Semenjak itu keturunan kita banyak yang berharap bisa bercocok tanam sambil sok tahu membuka lahan. mereka tidak sadar bahwa jaman sudah berganti cerita lagi.
Kebo bule minggat di ganti monyet sipit penyembah matahari, di bantu antek-anteknya pribumi pengkhianat bangsa.
Lalu sayup-sayup dari ujung laut utara terdengar gemuruh, burung menetaskan telur. Riuh seluruh bumi! Sementara di sini? Ramai oleh perang, saling menindas antar sesama. Penyakit bermunculan di sana-sini. Lalu keturunan kita mengamuk. Mengamuk tanpa aturan. Banyak yang mati tanpa dosa, jelas-jelas musuh dijadikan teman, yang jelas-jelas teman dijadikan musuh. Mendadak banyak pemimpin dengan caranya sendiri. Yang bingung semakin bingung. Banyak anak kecil sudah menjadi bapa. Yang mengamuk tambah berkuasa, mengamuk tanpa pandang bulu. Yang Putih dihancurkan, yang Hitam diusir. Kepulauan ini semakin kacau, sebab banyak yang mengamuk, tidak beda dengan tawon, hanya karena dirusak sarangnya. seluruh nusa dihancurkan dan dikejar. Tetapi…ada yang menghentikan, yang menghentikan adalah orang sebrang.
Negara monyet sipit di bom toghok, terus minggat dari Indonesia
Lalu berdiri lagi penguasa yang berasal dari orang biasa. Tapi memang keturunan penguasa dahulu kala dan ibunya adalah seorang putri Pulau Dewata. Karena jelas keturunan penguasa, penguasa baru susah dianiaya! Semenjak itu berganti lagi jaman. Ganti jaman ganti cerita! Kapan? Tidak lama, setelah bulan muncul di siang hari, disusul oleh lewatnya komet yang terang benderang. Di bekas negara kita, berdiri lagi sebuah negara. Negara di dalam negara dan pemimpinnya bukan keturunan Pajajaran.
Masa Presiden SOEKARNO, yang di gulingkan dan di aniaya Pak Harto
Lalu akan ada penguasa, tapi penguasa yang mendirikan benteng yang tidak boleh dibuka, yang mendirikan pintu yang tidak boleh ditutup,1 membuat pancuran ditengah jalan,2 memelihara elang dipohon beringin. Memang penguasa buta! Bukan buta pemaksa, tetapi buta tidak melihat, segala penyakit dan penderitaan, penjahat juga pencuri menggerogoti rakyat yang sudah susah. Sekalinya ada yang berani mengingatkan, yang diburu bukanlah penderitaan itu semua tetapi orang yang mengingatkannya.3 Semakin maju semakin banyak penguasa yang buta tuli. memerintah sambil menyembah berhala.4 Lalu anak-anak muda salah pergaulan, aturan hanya menjadi bahan omongan, karena yang membuatnya bukan orang yang mengerti aturan itu sendiri.5 Wajar saja bila kolam semuanya mengering, pertanian semuanya puso, bulir padi banyak yang diselewengkan, sebab yang berjanjinya banyak tukang bohong, semua diberangus janji-janji belaka, terlalu banyak orang pintar, tapi pintar kebelinger.6
1.Pak Harto membatasi 3 partai untuk melanggengkan kekuasaan
2, utang luar negri ibarat pancuran uang di tengah jalan untuk pembangunan perut kroni-kroni orde baru yang akibatnya sampai sekarang utang mencapai 1800 trilyun, lebih dari 85 persen asset Negara dikuasai asing, sehingga hidup rakyat sebagai tumbalnya, di lindas wong edan toghog bilung sak wadyio balane penyembah system kapitalis, liberalis, sekuleris, demokrasine wong edan. Toghok bilung amerika ibarat elang di pohon beringin yang di pelihara Pak Harto.
3. Orang kritis di penjara bahkan di bunuh.
4. antek kurowo
5. sex bebas,
6. pinter maling, nipu rakyat, minteri rakyat.
Pada saat itu datang pemuda berjanggut, datangnya memakai baju serba hitam sambil menyanding sarung tua. Membangunkan semua yang salah arah, mengingatkan pada yang lupa, tapi tidak dianggap. Karena pintar kebelinger, maunya menang sendiri. Mereka tidak sadar, langit sudah memerah, asap mengepul dari perapian. Alih-alih dianggap, pemuda berjanggut ditangkap dimasukan kepenjara. Lalu mereka mengacak-ngacak tanah orang lain, beralasan mencari musuh tapi sebenarnya mereka sengaja membuat permusuhan.
Waspadalah ! sebab mereka nanti akan melarang untuk menceritakan Pajajaran. Sebab takut ketahuan, bahwa mereka yang jadi gara-gara selama ini. Penguasa yang buta, semakin hari semakin berkuasa melebihi kerbau bule, mereka tidak sadar jaman manusia sudah dikuasai oleh kelakuan hewan.1
Kekuasaan penguasa buta tidak berlangsung lama, tapi karena sudah kelewatan menyengsarakan rakyat yang sudah berharap agar ada mukjizat datang untuk mereka. Penguasa itu akan menjadi tumbal, tumbal untuk perbuatannya sendiri, kapan waktunya?
Nanti, saat munculnya anak gembala! di situ akan banyak huru-hara, yang bermula di satu daerah semakin lama semakin besar meluas di seluruh negara. Yang tidak tahu menjadi gila dan ikut-ikutan menyerobot dan bertengkar. Dipimpin oleh pemuda gendut! Sebabnya bertengkar? Memperebutkan tanah. Yang sudah punya ingin lebih, yang berhak meminta bagiannya. Hanya yang sadar pada diam, mereka hanya menonton tapi tetap terbawa-bawa.
1.sebenarnya penjajahan ala demokrasine wong edan, kapitalis, liberalis itu lebih menyengsarakan rakyat dari pada penjajahan kebo bule. Mereka telah bunuh jutaan rakyat Indonesia, jauh lebih parah daripada Amrozi cs, tapi begitu halusnya penjajahan sekarang hingga rakyat banyak yang tidak mengerti bagaimana cara mereka menjajah.
Manusia di kuasai kelakuan hewan bahkan lebih parah daripada hewan, manusia saling bunuh rebutan makanan padahal sudah pada kaya raya buat seratus turunan juga masih lebih, coba lihat singa makan sekadar kenyang terus di tinggalkan buat srigala.
Sedang mereka para maling senayan koruptor milyaran merampok makanan orang-orang mlarat, benar-benar hatinya bejat tega-teganya bunuh jutaan rakyat mlarat, mereka itu harusnya di sayat-sayat sampai sekarat biar orang lain tak terpikat ngembat harta rakyat yang lagi susah melarat.
Yang bertengkar lalu terdiam dan sadar ternyata mereka memperebutkan pepesan kosong, sebab tanah sudah habis oleh mereka yang punya uang. Para penguasa lalu menyusup, yang bertengkar ketakutan, ketakutan kehilangan negara, lalu mereka mencari anak gembala, yang rumahnya di belakang/di dekat/di samping sungai yang pintunya[gerbangnya] batu setinggi manusia,1 yang rimbun oleh pohon handeuleum dan hanjuang. Semua mencari tumbal, tapi pemuda gembala sudah tidak ada, sudah pergi bersama pemuda berjanggut, pergi membuka lahan baru di Lebak Cawéné!
Berusaha mengkambing hitamkan ahli da’wah dan menentangnya/menangkapnya dengan mengatakan teroris dan sebagainya, namun Allah melindungi ahli da’wah, tidak ada yang mampu melawan kekuasaan Allah SWT. Ahli da’wah akan menyusun kekuatan didaerah LEMBAH YANG ADA DANAUNYA, anda tinggal bergabung bersama Pandowo tinggalkanlah Kurowo.
Di birit leuwi= di bokong/belakang sungai= jadi rumah itu menghadap sungai, kalau membelakangi sungai disebutnya di depan sungai, ini disebutnya logika bolak balik. Dari sungai kurang lebih lima puluh meter jaraknya.
Pantona batu satantung= biasanya rumah itu pintunya kayu tapi ini batu, maksudnya pintu gerbangnya ada batu setinggi manusia atau pagarnya terbuat dari batu kali bukan batu bata dan tidak terlalu tinggi namun hanya setinggi manusia.
Yang ditemui hanya gagak yang berkoar di dahan mati.1 Dengarkan! jaman akan berganti lagi, tapi nanti, Setelah Gunung Gede meletus, disusul oleh tujuh gunung. Ribut lagi seluruh bumi. Orang sunda dipanggil-panggil, orang sunda memaafkan.2 Baik lagi semuanya. Negara bersatu kembali. Nusa jaya lagi, sebab berdiri ratu adil, ratu adil yang sejati.
Indonesi akan bersatu damai sejahtera di bawah kepemimpinan Ratu Adil setelah Gunung besar meletus di susul tujuh gunung lainnya serta banyak keributan, huru-hara , benarkah? kita tunggu saja kebenarannya.
1.Omongannya orang edan sudah gak di gubris lagi, rakyat dah gak mempan ditipu terus menerus dengan demokrasine wong edan kecuali orang-orang yang terlalu amat sangat bodoh sekali alias wong edan.
2. di ajak da’wah dan sediakan tempat untuk menyusun kekuatan, sehingga Negara bersatu jaya adil makmur, beriman bertakwa mati masuk jannah itulah kejayaan sejati.
Indonesia akan jaya lagi setelah di pimpin oleh Ratu ADIL sejati.
Tapi ratu siapa? darimana asalnya sang ratu? Nanti juga kalian akan tahu. Sekarang, cari oleh kalian pemuda gembala.
CIRI-CIRI ZAMAN SAAT KEMUNCULANNYA SATRIO PININGIT
JONGKO JOYO BOYO
1.Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran --- Kelak jika sudah ada kereta tanpa kuda.
2. Tanah Jawa kalungan wesi --- Pulau Jawa berkalung besi.
3. Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang --- Perahu berjalan di angkasa.
4. Kali ilang kedhunge --- Sungai kehilangan mata air.
5. Pasar ilang kumandhang --- Pasar kehilangan suara.
6. Iku tandha yen tekane zaman Joyoboyo wis cedhak --- Itulah pertanda zaman Joyoboyo telah mendekat.
7. Bumi saya suwe saya mengkeret --- Bumi semakin lama semakin mengerut.
8. Sekilan bumi dipajeki --- Sejengkal tanah dikenai pajak.
9. Jaran doyan mangan sambel --- Kuda suka makan sambal.
10. Wong wadon nganggo pakeyan lanang --- Orang perempuan berpakaian lelaki.
11. Iku tandhane yen wong bakal nemoni wolak-waliking zaman--- Itu pertanda orang akan mengalami zaman berbolak-balik
12. Akeh janji ora ditetepi --- Banyak janji tidak ditepati.
13. keh wong wani nglanggar sumpahe dhewe--- Banyak orang berani melanggar sumpah sendiri.
14. Manungsa padha seneng nyalah--- Orang-orang saling lempar kesalahan.
15. Ora ngendahake hukum Hyang Widhi--- Tak peduli akan hukum Hyang Widhi. 16. Barang jahat diangkat-angkat--- Yang jahat dijunjung-junjung.
17. Barang suci dibenci--- Yang suci (justru) dibenci.
18. Akeh manungsa mung ngutamakke dhuwit--- Banyak orang hanya mementingkan uang.
19. Lali kamanungsan--- Lupa jati kemanusiaan.
20. Lali kabecikan--- Lupa hikmah kebaikan.
21. Lali sanak lali kadang--- Lupa sanak lupa saudara.
22. Akeh bapa lali anak--- Banyak ayah lupa anak.
23. Akeh anak wani nglawan ibu--- Banyak anak berani melawan ibu.
24. Nantang bapa--- Menantang ayah.
25. Sedulur padha cidra--- Saudara dan saudara saling khianat.
26. Kulawarga padha curiga--- Keluarga saling curiga.
27. Kanca dadi mungsuh --- Kawan menjadi lawan.
28. Akeh manungsa lali asale --- Banyak orang lupa asal-usul.
29. Ukuman Ratu ora adil --- Hukuman Raja tidak adil
30. Akeh pangkat sing jahat lan ganjil--- Banyak pejabat jahat dan ganjil
31. Akeh kelakuan sing ganjil --- Banyak ulah-tabiat ganjil
32. Wong apik-apik padha kapencil --- Orang yang baik justru tersisih.
33. Akeh wong nyambut gawe apik-apik padha krasa isin --- Banyak orang kerja halal justru merasa malu.
34. Luwih utama ngapusi --- Lebih mengutamakan menipu.
35. Wegah nyambut gawe --- Malas untuk bekerja.
36. Kepingin urip mewah --- Inginnya hidup mewah.
37. Ngumbar nafsu angkara murka, nggedhekake duraka --- Melepas nafsu angkara murka, memupuk durhaka.
38. Wong bener thenger-thenger --- Orang (yang) benar termangu-mangu.
39. Wong salah bungah --- Orang (yang) salah gembira ria.
40. Wong apik ditampik-tampik--- Orang (yang) baik ditolak ditampik (diping-pong).
41. Wong jahat munggah pangkat--- Orang (yang) jahat naik pangkat.
42. Wong agung kasinggung--- Orang (yang) mulia dilecehkan
43. Wong ala kapuja--- Orang (yang) jahat dipuji-puji.
44. Wong wadon ilang kawirangane--- perempuan hilang rasa malunya.
45. Wong lanang ilang kaprawirane--- Laki-laki hilang perwira/kejantanan
46. Akeh wong lanang ora duwe bojo--- Banyak laki-laki tak mau beristri.
47. Akeh wong wadon ora setya marang bojone--- Banyak perempuan ingkar pada suami.
48. Akeh ibu padha ngedol anake--- Banyak ibu menjual anak.
49. Akeh wong wadon ngedol awake--- Banyak perempuan menjual diri.
50. Akeh wong ijol bebojo--- Banyak orang tukar istri/suami.
51. Wong wadon nunggang jaran--- Perempuan menunggang kuda/emansipasi wanita.
52. Wong lanang linggih plangki--- Laki-laki naik tandu.
53. Randha seuang loro--- Dua janda harga seuang (Red.: seuang = 8,5 sen).
54. Prawan seaga lima--- Lima perawan lima picis.
55. Dhudha pincang laku sembilan uang--- Duda pincang laku sembilan uang.
56. Akeh wong ngedol ngelmu--- Banyak orang berdagang ilmu.
57. Akeh wong ngaku-aku--- Banyak orang mengaku diri.
58. Njabane putih njerone dhadhu--- Di luar putih di dalam jingga.
59. Ngakune suci, nanging sucine palsu--- Mengaku suci, tapi palsu belaka.
60. Akeh bujuk akeh lojo--- Banyak tipu banyak muslihat.
61. Akeh udan salah mangsa--- Banyak hujan salah musim.
62. Akeh prawan tuwa--- Banyak perawan tua.
63. Akeh randha nglairake anak--- Banyak janda melahirkan bayi.
64. Akeh jabang bayi lahir nggoleki bapakne--- Banyak anak lahir mencari bapaknya.
65. Agama akeh sing nantang--- Agama banyak ditentang.
66. Prikamanungsan saya ilang--- Perikemanusiaan semakin hilang.
67. Omah suci dibenci--- Rumah suci dijauhi.
68. Omah ala saya dipuja--- Rumah maksiat makin dipuja.
69. Wong wadon lacur ing ngendi-endi--- Perempuan lacur dimana-mana.
70. Akeh laknat--- Banyak kutukan
71. Akeh pengkianat--- Banyak pengkhianat.
72. Anak mangan bapak---Anak makan bapak.
73. Sedulur mangan sedulur---Saudara makan saudara.
74. Kanca dadi mungsuh---Kawan menjadi lawan.
75. Guru disatru---Guru dimusuhi.
76. Tangga padha curiga---Tetangga saling curiga.
77. Kana-kene saya angkara murka --- Angkara murka semakin menjadi-jadi.
78. Sing weruh kebubuhan---Barangsiapa tahu terkena beban.
79. Sing ora weruh ketutuh---Sedang yang tak tahu disalahkan.
80. Besuk yen ana peperangan---Kelak jika terjadi perang.
81. Teka saka wetan, kulon, kidul lan lor---Datang dari timur, barat, selatan, dan utara.
82. Akeh wong becik saya sengsara--- Banyak orang baik makin sengsara. 83. Wong jahat saya seneng--- Sedang yang jahat makin bahagia.
84. Wektu iku akeh dhandhang diunekake kuntul--- Ketika itu burung gagak dibilang bangau.
85. Wong salah dianggep bener---Orang salah dipandang benar.
86. Pengkhianat nikmat---Pengkhianat nikmat.
87. Durjana saya sempurna--- Durjana semakin sempurna.
88. Wong jahat munggah pangkat--- Orang jahat naik pangkat.
89. Wong lugu kebelenggu--- Orang yang lugu dibelenggu.
90. Wong mulya dikunjara--- Orang yang mulia dipenjara.
91. Sing curang garang--- Yang curang berkuasa.
92. Sing jujur kojur--- Yang jujur sengsara.
93. Pedagang akeh sing keplarang--- Pedagang banyak yang tenggelam.
94. Wong main akeh sing ndadi---Penjudi banyak merajalela.
95. Akeh barang haram---Banyak barang haram.
96. Akeh anak haram---Banyak anak haram.
97. Wong wadon nglamar wong lanang---Perempuan melamar laki-laki.
98. Wong lanang ngasorake drajate dhewe---Laki-laki memperhina derajat sendiri.
99. Akeh barang-barang mlebu luang---Banyak barang terbuang-buang.
100. Akeh wong kaliren lan wudah---Banyak orang lapar dan telanjang.
101. Wong tuku ngglenik sing dodol---Pembeli membujuk penjual.
102. Sing dodol akal okol---Si penjual bermain siasat.
103. Wong golek pangan kaya gabah diinteri---Mencari rizki ibarat gabah ditampi.
104. Sing kebat kliwat---Yang tangkas lepas.
105. Sing telah sambat---Yang terlanjur menggerutu.
106. Sing gedhe kesasar---Yang besar tersasar.
107. Sing cilik kepleset---Yang kecil terpeleset.
108. Sing anggak ketunggak---Yang congkak terbentur.
109. Sing wedi mati---Yang takut mati.
110. Sing nekat mbrekat---Yang nekat mendapat berkat.
111. Sing jerih ketindhih---Yang hati kecil tertindih
112. Sing ngawur makmur---Yang ngawur makmur
113. Sing ngati-ati ngrintih---Yang berhati-hati merintih.
114. Sing ngedan keduman---Yang main gila menerima bagian.
115. Sing waras nggagas---Yang sehat pikiran berpikir.
116. Wong tani ditaleni---Orang (yang) bertani diikat.
117. Wong dora ura-ura---Orang (yang) bohong berdendang.
118. Ratu ora netepi janji, musna panguwasane---Raja ingkar janji, hilang wibawanya.
119. Bupati dadi rakyat---Pegawai tinggi menjadi rakyat.
120. Wong cilik dadi priyayi---Rakyat kecil jadi priyayi.
121. Sing mendele dadi gedhe---Yang curang jadi besar.
122. Sing jujur kojur---Yang jujur celaka.
123. Akeh omah ing ndhuwur jaran---Banyak rumah di punggung kuda.
124. Wong mangan wong---Orang makan sesamanya.
125. Anak lali bapak---Anak lupa bapa.
126. Wong tuwa lali tuwane---Orang tua lupa ketuaan mereka.
127. Pedagang adol barang saya laris---Jualan pedagang semakin laris.
128. Bandhane saya ludhes---Namun harta mereka makin habis.
129. Akeh wong mati kaliren ing sisihe pangan---Banyak orang mati lapar di samping makanan.
130. Akeh wong nyekel bandha nanging uripe sangsara---Banyak orang berharta tapi hidup sengsara.
131. Sing edan bisa dandan---Yang gila bisa bersolek.
132. Sing bengkong bisa nggalang gedhong---Si bengkok bisa membangun mahligai.
133. Wong waras lan adil uripe nggrantes lan kepencil---Yang waras dan adil hidupnya merana dan tersisih.
134. Ana peperangan ing njero---Terjadi perang di dalam.
135. Timbul amarga para pangkat akeh sing padha salah paham---Terjadi karena para pembesar banyak salah faham.
136. Durjana saya ngambra-ambra---Kejahatan makin merajalela.
137. Penjahat saya tambah---Penjahat makin banyak.
138. Wong apik saya sengsara---Yang baik makin sengsara.
139. Akeh wong mati jalaran saka peperangan---Banyak orang mati karena perang.
140. Kebingungan lan kobongan---Karena bingung dan kebakaran.
141. Wong bener saya thenger-thenger---Si benar makin tertegun.
142. Wong salah saya bungah-bungah---Si salah makin sorak sorai.
143. Akeh bandha musna ora karuan lungane---Banyak harta hilang entah ke mana
144. Akeh pangkat lan drajat pada minggat ora karuan sababe---Banyak pangkat dan derajat lenyap entah mengapa.
145. Akeh barang-barang haram, akeh bocah haram---Banyak barang haram, banyak anak haram.
146. Bejane sing lali, bejane sing eling---Beruntunglah si lupa, beruntunglah si sadar.
147. Nanging sauntung-untunge sing lali---Tapi betapapun beruntung si lupa.
148. Isih untung sing waspada---Masih lebih beruntung yang waspada.
149. Angkara murka saya ndadi---Angkara murka semakin menjadi.
150. Kana-kene saya bingung---Di sana-sini makin bingung.
151. Pedagang akeh alangane---Pedagang banyak rintangan.
152. Akeh buruh nantang juragan---Banyak buruh melawan majikan.
153. Juragan dadi umpan---Majikan menjadi umpan.
154. Sing suwarane seru oleh pengaruh---Yang bersuara tinggi mendapat pengaruh.
155. Wong pinter diingar-ingar---Si pandai direcoki.
156. Wong ala diuja---Si jahat dimanjakan.
157. Wong ngerti mangan ati---Orang yang mengerti makan hati.
158. Bandha dadi memala---Harta benda menjadi penyakit
159. Pangkat dadi pemikat---Pangkat menjadi pemukau.
160. Sing sawenang-wenang rumangsa menang --- Yang sewenang-wenang merasa menang
161. Sing ngalah rumangsa kabeh salah---Yang mengalah merasa serba salah.
162. Ana Bupati saka wong sing asor imane---Ada raja berasal orang beriman rendah.
163. Patihe kepala judhi---Maha menterinya benggol judi.
164. Wong sing atine suci dibenci---Yang berhati suci dibenci.
165. Wong sing jahat lan pinter jilat saya derajat---Yang jahat dan pandai menjilat makin kuasa.
166. Pemerasan saya ndadra---Pemerasan merajalela.
167. Maling lungguh wetenge mblenduk --- Pencuri duduk berperut gendut.
168. Pitik angrem saduwure pikulan---Ayam mengeram di atas pikulan.
169. Maling wani nantang sing duwe omah---Pencuri menantang si empunya rumah.
170. Begal pada ndhugal---Penyamun semakin kurang ajar.
171. Rampok padha keplok-keplok---Perampok semua bersorak-sorai.
172. Wong momong mitenah sing diemong---Si pengasuh memfitnah yang diasuh
173. Wong jaga nyolong sing dijaga---Si penjaga mencuri yang dijaga.
174. Wong njamin njaluk dijamin---Si penjamin minta dijamin.
175. Akeh wong mendem donga---Banyak orang mabuk doa.
176. Kana-kene rebutan unggul---Di mana-mana berebut menang.
177. Angkara murka ngombro-ombro---Angkara murka menjadi-jadi.
178. Agama ditantang---Agama ditantang.
179. Akeh wong angkara murka---Banyak orang angkara murka.
180. Nggedhekake duraka---Membesar-besarkan durhaka.
181. Ukum agama dilanggar---Hukum agama dilanggar.
182. Prikamanungsan di-iles-iles---Perikemanusiaan diinjak-injak.
183. Kasusilan ditinggal---Tata susila diabaikan.
184. Akeh wong edan, jahat lan kelangan akal budi---Banyak orang gila, jahat dan hilang akal budi.
185. Wong cilik akeh sing kepencil---Rakyat kecil banyak tersingkir.
186. Amarga dadi korbane si jahat sing jajil---Karena menjadi kurban si jahat si laknat.
187. Banjur ana Ratu duwe pengaruh lan duwe prajurit---Lalu datang Raja berpengaruh dan berprajurit.
188. Lan duwe prajurit---Dan punya prajurit.
189. Negarane ambane saprawolon---Lebar negeri seperdelapan dunia.
190. Tukang mangan suap saya ndadra---Pemakan suap semakin merajalela.
191. Wong jahat ditampa---Orang jahat diterima.
192. Wong suci dibenci---Orang suci dibenci.
193. Timah dianggep perak---Timah dianggap perak.
194. Emas diarani tembaga---Emas dibilang tembaga
195. Dandang dikandakake kuntul---Gagak disebut bangau.
196. Wong dosa sentosa---Orang berdosa sentosa.
197. Wong cilik disalahake---Rakyat jelata dipersalahkan.
198. Wong nganggur kesungkur---Si penganggur tersungkur.
199. Wong sregep krungkep---Si tekun terjerembab.
200. Wong nyengit kesengit---Orang busuk hati dibenci.
201. Buruh mangluh---Buruh menangis.
202. Wong sugih krasa wedi---Orang kaya ketakutan.
203. Wong wedi dadi priyayi---Orang takut jadi priyayi.
204. Senenge wong jahat---Berbahagialah si jahat.
205. Susahe wong cilik---Bersusahlah rakyat kecil.
206. Akeh wong dakwa dinakwa---Banyak orang saling tuduh.
207. Tindake manungsa saya kuciwa---Ulah manusia semakin tercela.
208. Ratu karo Ratu pada rembugan negara endi sing dipilih lan disenengi---Para raja berunding negeri mana yang dipilih dan disukai.
209. Wong Jawa kari separo---Orang Jawa tinggal setengah.
210. Landa-Cina kari sejodho --- Belanda-Cina tinggal sepasang.
211. Akeh wong ijir, akeh wong cethil---Banyak orang kikir, banyak orang bakhil.
212. Sing eman ora keduman---Si hemat tidak mendapat bagian.
213. Sing keduman ora eman---Yang mendapat bagian tidak berhemat.
214. Akeh wong mbambung---Banyak orang berulah dungu.
215. Akeh wong limbung---Banyak orang limbung.
216. Selot-selote mbesuk wolak-waliking zaman teka---Lambat-laun datanglah kelak terbaliknya zaman.
Iki sing dadi tandane zaman kolobendu
Ini yang menjadi tanda zaman kehancuran
1. Lindu ping pitu sedino
Gempa bumi 7 x sehari[ Sering terjadi gempa]
2. Lemah bengkah
Tanah pecah merekah
3. Manungsa pating galuruh, akeh kang nandang lara
Manusia berguguran, banyak yang ditimpa sakit
4. Pagebluk rupo-rupo
Bencana bermacam-macam
5. Mung setitik sing mari akeh-akehe pada mati
Hanya sedikit yang sembuh kebanyakan meninggal
Zaman kolobendu iku wiwit yen,
Zaman ini ditandai dengan
1. Wis ana kreto mlaku tampo jaran
Sudah ada kereta yang berjalan tanpa kuda
2. Tanah jawa kalungan wesi
Tanah Jawa dikelilingi besi (Rel
kereta kali)
3. Prau mlaku ing nduwur awang-awang
Perahu berjalan di atas awan melayang layang
4. Kali ilang kedunge
Sungai kehilangan mata airnya
5. Pasar ilang kumandange
Pasar kehilangan keramaiannya, Pada jadi mall, supermarket harga pas tidak ada tawar- menawar
6. Wong nemoni wolak-walik ing zaman
Manusia menemukan jaman yang terbolak-balik
7. Jaran doyan sambel
Kuda doyan makan sambal, Orang kerja sampai seperti kuda gak kenal lelah, Atau bisa di artikan tukang becak.
8. Wong wadon menganggo sandangan lanang
Orang perempuan mempergunakan busana laki-laki
“Zaman kolobendu iku koyo-koyo zaman kasukan, zamankanikmatan donya, nanging zaman iku sabenere zaman ajur lan bubrahing donya”
Artinya :
Zaman kolobendu itu seperti jaman yang menyenangkan, jaman kenikmatan dunia, tetapi jaman itu sebenarnya jaman kehancuran dan berantakannya dunia
1. Mulane akeh bapak lali anak
Oleh sebab itu banyak bapak lupa sama anaknya
2. Akeh anak wani ngalawan ibu lan nantang bapak
Banyak anak yang berani melawan ibu dan menantang bapaknya, Orang tua di jadikan budak oleh anaknya yang durhaka.
3. Sedulur pada cidro cinidro
Sesama saudara saling berkelahi
4. Wong wadon ilang kawirangane, wong lanang ilang kaprawirane
Perempuan kehilangan rasa malunya, Laki-laki kehilangan rasa kejantanannya
5. Akeh wong lanang ora duwe bojo
Banyak Laki laki tidak punya istri
6. Akeh wong wadon ora setia karo bojone
Banyak perempuan yang tidak setia pada suaminya
7. Akeh ibu pada ngedol anake
Banyak ibu yang menjual anaknya, Dijadikan pelacur di media masa maupun lokalisasi
8. Akeh wong wadon ngedol awakke
Banyak perempuan yang menjual dirinya Buat iklan,
binatang film, maupun prostitusi.
9. Akeh wong ijol bojo
Banyak orang yang tukar menukar pasangan
10. Akeh udan salah mongso
Sering terjadi hujan salah musim
11. Akeh prawan tuwo
Banyak Perawan Tua
12. Akeh rondo nglairake anak
Banyak janda yang melahirkan anak
13. Akeh jabang bayi nggoleki bapake
Banyak bayi yang lahir tanpa bapak Akibat sek bebas
14. Wong wadon ngalamar wong lanang
Perempuan melamar laki-laki
15. Wong lanang ngasorake, drajate dewe
Laki-laki merendahkan derajatnya sendiri
16. Akeh bocah kowar
Banyak anak lahir di luar nikah
17. Rondo murah regane
Janda murah harganya
18. Rondo ajine mung sak sen loro
Janda nilainya hanya satu sen dapat dua
19. Prawan rong sen loro
Perawan nilainya dua sen dapat dua, Prawan pada obral tubuh
20. Dudo pincang payu sangang wong
Duda pincang berharga 9 orang
Zamane zaman edan
Zamannya Zaman Gila/Sinting
1. Wong wadon nunggang jaran
Perempuan menunggang Kuda, (Emansipasi wanita)
2. Wong lanang lungguh plengki
Laki-laki berpangku tangan
3. Wong bener tenger-tenger
Orang yang benar cuma bisa bengong
4. Wong salah bungah-bungah
Orang yang melakukan kesalahan berpesta pora
5. Wong apik ditapik-tampik
Orang Baik di singkirkan
6. Wong bejat munggah pangkat
Orang Yang kelakuannya bejat malah naik pangkat
7. Akeh ndandhang diunekake kuntul
Banyak komentar yang tidak ada isinya. Dipenuhi dengan kedustaan, amanat di serahkan pada orang- orang jahat, bodoh, pengkhianat
8. Wong salah dianggap bener
Orang salah diangap benar, Yang benar malah di anggap salah
9. Wong lugu kebelenggu
Orang lugu dibelenggu
10. Wong mulyo dikunjara
Orang mulia dipenjara
11. Sing culika mulya, sing jujur kojur
Yang salah mulia, yang jujur hancur
12. Para laku dagang akeh sing keplanggrang
Pedagang banyak yang menyeleweng
13. Wong main akeh sing ndadi
Orang berjudi semakin menjadi
14. Linak lijo linggo lica, lali anak lali bojo, lali tangga lali konco
Lupa anak dan pasangan, lupa tetangga dan teman
15. Duwit lan kringet mung dadi wolak-walik kertu
Uang dan keringat hanya untuk berjudi
16. Kertu gede dibukake, ngguyu pating cekakak
Kartu besar dibuka, tertawa terbahak-bahak
17. Ning mulih main kantonge kempes
Tapi waktu pulang main kantongnya kosong, Bila menangpun habis buat royal
18. Krungu bojo lan anak nangis ora di rewes
Denger anak istri nangis tidak digubris
19. Wong urip mung ngutamaake real.
Orang hidup hanya mengutamakan harta benda
20. Wong jowo kari separo cino londo kari sejodo.
Orang jawa tinggal separo cina belanda tingal sepasang.Dalam prahara ini yang banyak mati adalah orang- orang kafir, China termasuk bangsa Ya’juj, yang akan di hancurkan Allah SWT.
21. Akeh janji ora di tepati
Banyak janji tidak di tepati
22. Akeh wong wani nglanggar sumpahe dewe
Banyak orang berani melanggar sumpahnya sendiri.
23. Manungso pada seneng nyalah
Manusia pada senang melempar kesalahan
24. Ora ngendahake hukum Allah
Tidak mengindahkan hukum Allah
25. Ora ngrewes barang haram
Tidak peduli barang haram
26. Akeh manungsa lali asale
Banyak manusia lupa asalnya
27. Akeh pangkat kang jahat lan ganjil
Banyak pembesar yang jahat dan ganjil
28. Akeh kelakuan kang ganjil
Banyak kelakuan yang ganjil
29. Wegah nyambut gawe kepengen urip mewah
Gak mau kerja ingin hidup mewah.
30. Ngumbar angkara murka gedeake duraka
Mengumbar angkara murka membesarkan durhaka.
31. Wong agung kesinggung wong ala kepuja
Orang mulia di lecehkan orang jahat di sanjung- sanjung
32. Akeh wong wadon ora setiyo marang bojone
Banyak wanita tidak setiya sama suaminya
33. Akeh wong ijol bebojo
Banyak orang bertukar pasangan
34. Randa seuang loro
Janda dua harganya seuang[8,5 sen]
35. Prawan seaga lima
Prawan lima harganya seaga[10 sen]
36. Duda pincang laku Sembilan uang
Duda pincang laku Sembilan uang
37. Akeh wong ngedol ngelmu
Banyak orang menjual ilmu
38. Akeh wong ngaku-ngaku
Banyak orang mengaku- ngaku [menjadi orang baik padahal brengsek maling kelas kakap]
39. Jabane putih jerone dadu
Luarnya putih dalamnya jingga
40. Ngakune suci nanging sucine palsu
Mengakunya suci tapi sucinya palsu
41. Akeh bujuk akeh lojo
Banyak tipu muslihat
42. Akeh prawan tuwa
Banyak prawan tuwa
43. Akeh randa nglaerake anak
Banyak janda melahirkan anak
44. Akeh jabang bayi lair goleki bapake
Banyak anak lahir mencari bapaknya
45. Akeh bayi mbayi
Banyak anak[gadis bukan prawan]melahirkan
46. Akeh prawan ngedol awake
Banyak gadis bukan prawan jual diri
47. Wong wadon lacur ing ngendi- ngendi
Wanita pelacur di mana- mana
48. Agama akeh sing nantang
Agama banyak yang menentang
49. Prikamanungsan sayo ilang
Perikemanusiaan semakin hilang
50. Omah suci di benci
Rumah suci di benci
51. Omah ala sayo di puja
Rumah kemaksiatan semakin di puji- puji
52. Akeh la’nat akeh pengkhianat
Banyak kutuk banyak pengkhinat
53. Anak mangan bapak sedulur mangan sedulur
Anak makan bapak saudara makan saudara
54. Kanca dadi mungsuh, guru di satru
Teman jadi mungsuh guru di musuhi
55. Tangga pada curiga
Sama tetangga saling curiga
56. Kana kene sayo angkara murka
Di sana sini semakin banyak angkara murka
57. Sing weruh kebubuh sing ra weruh ketutuh
Yang tau terbebani yang gak tau di salahkan
58. Besok yen ana peperangan teka saka wetan kulon lor kidul
Besok kalau ada peperangan datang dari timur barat utara selatan
59. Akeh wong becik sayo sengsara
Banyak orang baik semakin sengsara
60. Wong jahat samsaya seneng
Orang jahat semakin senang
61. Wektu iku akeh dandang dionekake kuntul
Waktu itu banyak burung gagak di anggap bangau
62. Wong salah di anggep bener
Orang salah di anggap benar
63. Pengkhianat sayo ni’mat
Pengkhianat semakin ni’mat
64. Durjana sayo sempurna
Durjana semakin sempurna
65. Wong jahat munggah pangkat
Orang jahat naik pangkat
66. Wong lugu keblenggu
Orang lugu terbelenggu
67. Maling lungguh wetenge blenduk
Maling duduk perutnya buncit
“Abote koyo ngopo sa bisa-bisane aja nganti wong kelut, keliring zaman kolobendu iku”
Berat seperti apapun jangan sampai kalut (lebih tepatnya) Seberat apapun jangan sampai ikut larut dalam warna-warni zaman kolobendu
“Amargo zaman iku bakal sirno lan gantine yoiku zaman ratu adil, zaman kamulyan. Mula sing tatag, sing tabah, sing kukuh, aja kepranan ombyak ing zaman Entenana zamanne kamulyan zamaning ratu adil”
Sebab jaman itu bakal sirna dan diganti dengan jaman Ratu adil, jaman kemuliaan, karena itu yang tegar, yang tabah, yang kokoh, Jangan melakukan hal bodoh.Tunggulah jaman kemuliaan jamannya Ratu adil Yaitu setelah munculnya Imam Mahdi
syair menarik dari seorang teman,
mengingatkan syairnya KI Ronggowarsito.
mohon maaf bagi yg harus baca dengan penerjemah..
smoga bermanfaat..
jaman banjir..
Amenangi jaman banjir
sing tajir kena banjir
sing fakir yo kena banjir
nanging eling-eling wong tajir
arepa banjir tetep wae kikir
beda karo wong fakir
banjir malah bisa kena kanggo dzikir
dasar ... pancen wong tajir
yooo ora apa-apa
eling-eling jaman wus akhir
gunung pada lukir
kali pada mbludak neng pinggir
bendungan ambrol pada ngalir
alas gedhe dadi pasir
ayo sedulur pada mikir
apa sing kurang ing sajroning lair
sanajan menungsa amung sagelintir
nanging diwenehi wenang dadi amir
amir sing nggladrah ora tahu mikir
opo maneh dzikir
amung mburu karir
nganti ora peduli karo rakyat sing kuatir
amarga banjir
dasar amir kentir ora mikir
pantese di kikir nganti jungkir
Oooalah amiiiir amir kowe kok kentir
Zaman Kolobendu
Masa zaman Kolobendu yang dimulai dari tembang 28 s/d 44 pupuh 257 Serat Centhini jilid IV :
è Wong agunge padha jail kurang tutur, marma jeng pamasa, tanpa paramarteng dasih, dene datan ana wahyu kang sanyata.
Artinya: Para pemimpinnya berhati jail, bicaranya ngawur, tidak bisa dipercaya dan tidak ada wahyu yang sejati, justru menolak syariat islam
è Keh wahyuning eblis la’nat kang tamurun, apangling kang jalma, dumrunuh salin sumalin, wong wadon kang sirna wiwirangira
Artinya :Banyak wahyu yang turun adalah wahyu dari iblis dan sulit bagi kita untuk membedakannya, para wanitanya banyak yang kehilangan rasa malunya. Perilaku eblis sangat mendominasi, sehingga kejelekan di anggapnya baik dan sebaliknya.
è Tanpa kangen mring mitra sadulur, tanna warta nyata, akeh wong mlarat mawarni, daya deye kalamun tyase nalangsa
Artinya : Rasa persaudaraan gak ada, Banyak berita bohong dan banyak orang miskin ber-aneka macam yang sangat menyedihkan kehidupannya.
è Krep paprangan, sujana kapontit nurut, durjana susila dadra andadi, akeh maling malandang marang ing marga
Artinya : Sering terjadi peperangan yang melibatkan para penjahat, kejahatan/perampokan dan pemerkosaan makin menjadi-jadi dan banyak pencuri malang melintang di jalan-jalan.
è Bendhol tulus, mendhosol rinamu puguh, krep grahana surya, kalawan grahana sasi, jawah lindhu gelap cleret warsa.
Artinya : Alampun ikut terpengaruh dengan banyak gerhana matahari dan bulan, tiap tahun hujan abu dan gempa bumi.
è Prahara gung, salah mangsa dresing surur, agung prang rusuhan, mungsuhe boya katawis, tangeh lamun tentreming wardaya.
Artinya: Prahara besar angin ribut dan salah musim, banyak terjadi kerusuhan seperti perang yang tidak ketahuan mana musuhnya yang menyebabkan tidak mungkin ada rasa tenteram dihati.
è Dalajading praja kawuryan wus suwung, lebur pangreh tata, karana tanpa palupi, pan wus tilar silastuti titi tata.
Artinya : Kewibawaan negara tidak ada lagi, semua tata tertib, keamanan, dan aturan telah ditinggalkan.
è Pra sujana, sarjana satemah kelu, klulun Kalathida, tidhem tandhaning dumadi, hardayengrat dening karoban rubeda.
Artinya : Para penjahat maupun para pemimpin ikut-ikutan tidak sadar apa yang diperbuat dan selalu menimbulkan masalah / kesulitan.
è Sitipati, nareprabu utamestu, papatih nindhita, pranayaka tyas basuki, panekare becik-becik cakrak - cakrak.
Artinya : Para pemimpin mengatakan se-olah- olah bahwa semua berjalan dengan baik padahal hanya sekadar menutupi keadaan yang jelek.
Inilah demokrasi penipu.
Bukankah ciri-ciri zaman kolobendu telah terjadi saat ini, bertobatlah wahai bangsaku, bertobatlah !.
Zaman kolobendu pada Bait Terakhir Ramalan Joyoboyo
140.
polahe wong Jawa kaya gabah diinteri
endi sing bener endi sing sejati
para tapa padha ora wani
padha wedi ngajarake piwulang adi
salah-salah anemani pati
artinya;
tingkah laku orang Jawa seperti gabah ditampi
mana yang benar mana yang sejati
para pertapa semua tak berani
takut menyampaikan ajaran benar
salah-salah dapat menemui ajal
Karena sangat kejamnya penguasa
141.
banjir bandang ana ngendi-endi
gunung njeblug tan anjarwani, tan angimpeni
getinge kepathi-pati marang pandhita kang oleh pati geni
marga wedi kapiyak wadine sapa sira sing sayekti
artinya;
banjir bandang dimana-mana
gunung meletus tidak dinyana-nyana, tidak ada isyarat dahulu
sangat benci terhadap pendeta yang bertapa, tanpa makan dan tidur
karena takut bakal terbongkar rahasianya siapa anda sebenarnya
142.
pancen wolak-waliking jaman
amenangi jaman edan
ora edan ora kumanan
sing waras padha nggagas
wong tani padha ditaleni
wong dora padha ura-ura
beja-bejane sing lali,
isih beja kang eling lan waspada
artinya;
sungguh zaman gonjang-ganjing
menyaksikan zaman gila
tidak ikut gila tidak dapat bagian
yang sehat pada olah pikir
para petani dibelenggu
para pembohong bersuka ria
beruntunglah bagi yang lupa,
masih beruntung yang ingat dan waspada
143.
ratu ora netepi janji
musna kuwasa lan prabawane
akeh omah ndhuwur kuda
wong padha mangan wong
kayu gligan lan wesi hiya padha doyan
dirasa enak kaya roti bolu
yen wengi padha ora bisa turu
artinya;
raja tidak menepati janji
kehilangan kekuasaan dan kewibawaannya
banyak rumah di atas kuda1
orang makan sesamanya
kayu gelondongan dan besi juga dimakan2
katanya enak serasa kue bolu
malam hari semua tak bisa tidur
1.kuda di ibaratkan budak, jadi orang kerja keras siang malam
seperti budak hanya untuk bangun rumah mewah
atau penguasa merperbudak rakyat buat kemewahan semata.
2.koruptor
144.
sing edan padha bisa dandan
sing ambangkang padha bisa
nggalang omah gedong magrong-magrong1
artinya;
yang gila dapat berdandan
yang membangkang semua dapat
membangun rumah, gedung-gedung megah
1.cari uang dengan jalan harom
145.
wong dagang barang sangsaya laris, bandhane ludes
akeh wong mati kaliren gisining panganan
akeh wong nyekel bondho ning uriping sengsara
artinya;
orang berdagang barang makin laris tapi hartanya makin habis
banyak orang mati kelaparan di samping makanan1
banyak orang berharta namun hidupnya sengsara2
1.orang kaya tidak memperhatikan yang miskin
2.tidak qonaah
146.
wong waras lan adil uripe ngenes lan kepencil
sing ora abisa maling digethingi
sing pinter duraka dadi kanca
wong bener sangsaya thenger-thenger
wong salah sangsaya bungah
akeh bandha musna tan karuan larine
akeh pangkat lan drajat padha minggat tan karuan sebabe
artinya;
orang waras dan adil hidupnya memprihatinkan dan terkucil
yang tidak dapat mencuri dibenci
yang pintar curang jadi teman
orang jujur semakin tak berkutik
orang salah makin pongah
banyak harta musnah tak jelas larinya
banyak pangkat dan kedudukan lepas tanpa sebab
orang korupsi itu sulit bila sendirian, musti rame- rame makanya yang gak mau korupsi di benci
147.
bumi sangsaya suwe sangsaya mengkeret
sakilan bumi dipajeki
wong wadon nganggo panganggo lanang
iku pertandhane yen bakal nemoni
wolak-walike zaman
artinya;
bumi semakin lama semakin sempit
sejengkal tanah kena pajak
wanita memakai pakaian laki-laki
itu pertanda bakal terjadinya
zaman gonjang-ganjing
148.
akeh wong janji ora ditepati
akeh wong nglanggar sumpahe dhewe
manungsa padha seneng ngalap,
tan anindakake hukuming Allah
barang jahat diangkat-angkat
barang suci dibenci
artinya;
banyak orang berjanji diingkari
banyak orang melanggar sumpahnya sendiri
manusia senang menipu
tidak melaksanakan hukum Allah
barang jahat dipuja-puja
barang suci dibenci
149.
akeh wong ngutamakake royal
lali kamanungsane, lali kebecikane
lali sanak lali kadang
akeh bapa lali anak
akeh anak nundhung biyung
sedulur padha cidra
keluarga padha curiga
kanca dadi mungsuh
manungsa lali asale
artinya;
banyak orang menghamburkan uang
lupa kemanusiaan, lupa kebaikan
lupa sanak saudara
banyak ayah lupa anaknya
banyak anak mengusir ibunya
antar saudara saling berbohong
antar keluarga saling mencurigai
kawan menjadi musuh
manusia lupa akan asal-usulnya
150.
ukuman ratu ora adil
akeh pangkat jahat jahil
kelakuan padha ganjil
sing apik padha kepencil
akarya apik manungsa isin
luwih utama ngapusi
artinya;
hukuman raja tidak adil
banyak yang berpangkat, jahat dan jahil
tingkah lakunya semua ganjil
yang baik terkucil
berbuat baik manusia malah malu
lebih mengutamakan menipu
151.
wanita nglamar pria
isih bayi padha mbayi
sing pria padha ngasorake drajate dhewe
artinya;
wanita melamar pria1
masih muda sudah beranak2
kaum pria merendahkan derajatnya sendiri
1.Wanita murah harganya.
2.hamil diluar nikah.
Bait 152 sampai dengan 156 tidak ada (hilang dan rusak)
157.
wong golek pangan pindha gabah den interi
sing kebat kliwat, sing kasep kepleset
sing gedhe rame gawe, sing cilik keceklik
sing anggak ketenggak, sing wedi padha mati
nanging sing ngawur padha makmur
sing ngati-ati padha sambat kepati-pati
artinya;
tingkah laku orang mencari makan seperti gabah ditampi
yang cepat mendapatkan, yang lambat terpeleset
yang besar beramai-ramai membuat yang kecil terjepit
yang angkuh menengadah, yang takut malah mati
namun yang ngawur malah makmur
yang berhati-hati mengeluh setengah mati
Akibat system ekonomi kapitalis liberalis
yang lebih mengutamakan orang-orang kaya daripada rakyat jelata,
maka hasil bumi kaum muslimin di kuasai oleh orang-orang kapitalis.
Manusia semakin rakus kepada dunia dan semakin jauh dari Allah
Manusia tidak mempedulikan lagi harta yang ia ambil atau ia usahakan,
apakah dari yang halal atau dari yang haram
158.
cina alang-alang keplantrang dibandhem nggendring
melu Jawa sing padha eling
sing tan eling miling-miling
mlayu-mlayu kaya maling kena tuding
eling mulih padha manjing
akeh wong injir, akeh centhil
sing eman ora keduman
sing keduman ora eman
artinya;
cina berlindung karena dilempari lari terbirit-birit
ikut orang Jawa yang sadar
yang tidak sadar was-was
berlari-lari bak pencuri yang kena tuduh
yang tetap tinggal dibenci
banyak orang malas, banyak yang genit
yang sayang tidak kebagian
yang dapat bagian tidak sayang
yang punya rasa kasih sayang tidak kebagian
namun yang jahat yang kebagian.
Pasemon (sanepan) berupa syair dari Sabdo Palon tentang Jangka Joyoboyo, sebagai berikut :
“Semut ireng ngendog jronin geni,
(“Semut hitam bertelur di dalam api,)
Ono Merak memitran lan baya,
(Ada Merak berteman dengan Buaya,)
Keyong sak kenong matane,
(Keong sebesar talempong matanya,)
Tikuse padha ngidhung,
(Tikusnya pada bernyanyi,)
Kucing gering ingkang nunggoni,
(Kucing kurus yang menunggui,)
Kodok nawu segara oleh Banteng sewu,
(Kodok menjaring di danau
mendapatkan seribu Banteng,)
Precil-precil kang anjaga,
(Anakan katak yang menjaga,)
Semut ngangrang angrangsang Gunung Merapi,
(Semut Rangrang merangsang Gunung Merapi,)
Wit Ranti (meranti) woh Delima.”
(Pohon Meranti berbuah Delima.”)
Penjelasan;
1.Adanya titik hitam pada matahari saat ini, gejala badai matahari. Atau Satrio Piningit yang membawa bendera hitam yang kecil lemah berusaha mengadakan perbaikan ditengah-tengah penguasa dholim, memang semut itu biarpun kecil mampu mengangkat beban berkali lipat berat tubuhnya.
2.Campur aduknya kebaikan dan keburukan, hingga sulit di bedakan. Atau tikus-tikus Indonesia berkedok merak bersekongkol dengan buaya amerika untuk menindas bangsa Indonesia.
3.Rakyat kecil/miskin memandang harta benda dunia ini sangat besar, sehingga kebesaran akhirat tak terlihat.
4.Tikus-tikus koruptor senayan bersenang-senang diatas penderitaan rakyat.[JERRY].
5.Menurut sistem demokrasi, rakyat yang seharusnya memegang kedaulatan Negara namun kenyataannya malah kurus kering nungguin tikus-tikus edan.[TOM]
6.Toghok bilung menguras sumber daya alam negara- negara berkembang termasuk Indonesia.
7.Precil-precil koruptor senayan yang menjaga sambil mengambil jatah, seraya sedikit upah berupa uang kotor penuh lumpur lapindo.
8.Terjadinya lahar keluar dari gunung Merapi .
9. Orang yang dipandangan manusia kecil, remeh tak berpengaruh, tak berharta akan menyelesaiakan banyak masalah besar.
Kasihan... nulis capek-capek bukan sp.
BalasHapuskok nulis tentang jesus yaitu saya.
berarti ratu adil itu secara tdk langsung adalah yg berkedudukan wali kutub ghoust hadzazaman zaman ini ditambahi dengan ciri ciri yg terdapat dlm ramalan joyoboyo spt berparas spt krisna [ wisnu/ prabu rama] spt satriya gatot kaca wali ghoust adalah ya kyai semar bodronoyo sejata tisula yg tajam melambangkan udah sempurna iman islam dan ikhsannya sakti mandra guna berati orang yg mempunyai karomah yg tinggi pandai meramal yg berarti orang yg makrifat lulus weda jawa sesuai dengan torekot ilmu kuwi kanti laku lakon lan tekon bakal tekan inilah yg dimaksut weda jawa senang menggoda dan minta minta bagi wali ghous ini bisa diartikan sering minta ghonimah untuk perjuangan dakwahnya tunjung putih pudak kasungsang berhati suci satu satunya manusia yg diberi alloh mempunyai sifat ini sesudah nabi dan rosul ya ghoust hadzazaman dan kaum sidikin lahir dimekah bisa diartikan sbg pengganti rosulluloh saw bergelar ratu amisan bernasab wali alloh dan raja raja islam jawa dll berkedudukan di jawa dan mekah artinya orang jawa yg meneruskan risalah nabi muhamad siapa lagi kalo bukan wali ghoust letaknya sebelah barat sungai dan sebelah barat tempuran berarti bisa di telusur sungai yg paling keramat di tanah jawa yg hulunya sungai di puncak gunung merapi berarti sungai opok sebelah barat tempuran sedangkan sungai opok ada tempuran paling hulu sungai kuning tengah sungai gawe ujung sungai oyo berati tinggal mencari orang yg berkedudkan wali kutub ghoust hadzazaman yg dekat sungai opok diantara tempuran sungai sungai tadi orangnya tampan dan senyumnya manis sekali berarti sesuai dengan sifat rosululoh sinuyungan dewo wolu berarti pengikutnya wali ghoust tadi yg mendampingi murit muritnya selalu berjumlah 8 orang kesukaanya berzikir udah menjadi karakternya hari kamis sbg hari besarnya berati selalu bermujahadah pd hari kamis malam jumat ini sesuai kebiasaan umat islam di indonesa kususnya orang jawa melakukan yasinan mujahadah berzikir dan istiqhosah barjanji solawatan sebelah barat gunung perahu sungai opok letaknya sebelah barat gunung perahu bayat klaten rumahnya terbuat dari batu sungai dan pintu gerbangnya ada pohon andongnya bisa di artikan orang yg dididik oleh wali ghoust yg berasal dari gunung andong gunung melambangkan keteguhan hati dan orang yg istikomah dan berkedudukan di bojonegara berati orang yg bisa menata negara sbg budak angon ing di engon bukan harimau kerbau sapi atau kambing tapi orang yg senang mengumpulkan ranting ranting dan cabang cabang pohon yg kering dan ajaran ajaran torekot ternyata bisa di terima oleh umat islam suni ahli sunah waljamaah dan siah dan sedikit wahabi tetapi wahabi bertolak belakang dg suni siah dan satu satunya islam yg tdk pernah putus kekalifahan dan baiat sedangkan islam sekarang sudah putus kira kira 100 th tinggal kita mencari ciri ciri dan letak geografis orang tersebut mana yg lebih banyak mendekati itulah orangnya tinggal kita mau mendukung atau tdk sebab tergantung masyarakat sbg manifestasi kehendak Alloh swt selamat berpetualang dan ini juga terdapat dlm manakib syekh abi hasan ali as sadzali umat islam akhir zaman akan bersatu dlm panji panji torekot sadzaliyah dan ternyata muhammad samsujen itu murit torekot sadzaliyah guru joyo boyo
BalasHapusberarti ratu adil itu secara tdk langsung adalah yg berkedudukan wali kutub ghoust hadzazaman zaman ini ditambahi dengan ciri ciri yg terdapat dlm ramalan joyoboyo spt berparas spt krisna [ wisnu/ prabu rama] spt satriya gatot kaca wali ghoust adalah ya kyai semar bodronoyo sejata tisula yg tajam melambangkan udah sempurna iman islam dan ikhsannya sakti mandra guna berati orang yg mempunyai karomah yg tinggi pandai meramal yg berarti orang yg makrifat lulus weda jawa sesuai dengan torekot ilmu kuwi kanti laku lakon lan tekon bakal tekan inilah yg dimaksut weda jawa senang menggoda dan minta minta bagi wali ghous ini bisa diartikan sering minta ghonimah untuk perjuangan dakwahnya tunjung putih pudak kasungsang berhati suci satu satunya manusia yg diberi alloh mempunyai sifat ini sesudah nabi dan rosul ya ghoust hadzazaman dan kaum sidikin lahir dimekah bisa diartikan sbg pengganti rosulluloh saw bergelar ratu amisan bernasab wali alloh dan raja raja islam jawa dll berkedudukan di jawa dan mekah artinya orang jawa yg meneruskan risalah nabi muhamad siapa lagi kalo bukan wali ghoust letaknya sebelah barat sungai dan sebelah barat tempuran berarti bisa di telusur sungai yg paling keramat di tanah jawa yg hulunya sungai di puncak gunung merapi berarti sungai opok sebelah barat tempuran sedangkan sungai opok ada tempuran paling hulu sungai kuning tengah sungai gawe ujung sungai oyo berati tinggal mencari orang yg berkedudkan wali kutub ghoust hadzazaman yg dekat sungai opok diantara tempuran sungai sungai tadi orangnya tampan dan senyumnya manis sekali berarti sesuai dengan sifat rosululoh sinuyungan dewo wolu berarti pengikutnya wali ghoust tadi yg mendampingi murit muritnya selalu berjumlah 8 orang kesukaanya berzikir udah menjadi karakternya hari kamis sbg hari besarnya berati selalu bermujahadah pd hari kamis malam jumat ini sesuai kebiasaan umat islam di indonesa kususnya orang jawa melakukan yasinan mujahadah berzikir dan istiqhosah barjanji solawatan sebelah barat gunung perahu sungai opok letaknya sebelah barat gunung perahu bayat klaten rumahnya terbuat dari batu sungai dan pintu gerbangnya ada pohon andongnya bisa di artikan orang yg dididik oleh wali ghoust yg berasal dari gunung andong gunung melambangkan keteguhan hati dan orang yg istikomah dan berkedudukan di bojonegara berati orang yg bisa menata negara sbg budak angon ing di engon bukan harimau kerbau sapi atau kambing tapi orang yg senang mengumpulkan ranting ranting dan cabang cabang pohon yg kering dan ajaran ajaran torekot ternyata bisa di terima oleh umat islam suni ahli sunah waljamaah dan siah dan sedikit wahabi tetapi wahabi bertolak belakang dg suni siah dan satu satunya islam yg tdk pernah putus kekalifahan dan baiat sedangkan islam sekarang sudah putus kira kira 100 th tinggal kita mencari ciri ciri dan letak geografis orang tersebut mana yg lebih banyak mendekati itulah orangnya tinggal kita mau mendukung atau tdk sebab tergantung masyarakat sbg manifestasi kehendak Alloh swt selamat berpetualang dan ini juga terdapat dlm manakib syekh abi hasan ali as sadzali umat islam akhir zaman akan bersatu dlm panji panji torekot sadzaliyah dan ternyata muhammad samsujen itu murit torekot sadzaliyah guru joyo boyo
BalasHapusgiloo kau ne yooo??? sudah sudah la edop ne realistis bae la
BalasHapusdak ado satrio piningit ratu adil tu
berita bohong berita sesat dipercayo disebarke
informasi tentang itu ada di blog ratu adil
BalasHapussatriapinandhitasinisihanwahyu.blogspot.co.id
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusNgawur..Diterjemahkan & ditafsirkan secara serampangan untuk membenarkan ambisi diri sendiri dan kelompok tertentu.
BalasHapushttp://kreasimasadepan441.blogspot.com/2017/12/hasil-liga-inggris-pasukan-david-moyes.html
BalasHapushttp://kreasimasadepan441.blogspot.com/2017/12/as-sebut-pbb-merusak-perundingan-damai.html
http://kreasimasadepan441.blogspot.com/2017/12/irak-butuh-rp-1354-triliun-bangun.html
http://kreasimasadepan441.blogspot.com/2017/12/korea-utara-mengecam-pengakuan-trump.html
http://kreasimasadepan441.blogspot.com/2017/12/bisa-angkat-beban-hingga-200-kg-kakek.html
Tunggu Apa Lagi Guyss..
Let's Join With Us At vipkiukiu .net ^^
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami :
- BBM : D8809B07 / 2B8EC0D2
- WHATSAPP : +62813-2938-6562
- LINE : DOMINO1945.COM
- No Hp : +855-8173-4523